REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada dasarnya, Islam menekankan pria dan wanita memiliki kebebasan memilih pasangan hidup mereka untuk menikah. Namun, untuk menuju pernikahan, terkadang ada yang melalui proses perjodohan.
Dengan perjodohan itu, ada beberapa calon pengantin yang tidak cocok dengan pasangannya. Namun, orang tuanya tetap memaksanya sehingga beberapa calon pengantin kabur dan viral di media sosial, seperti yang terjadi di Bogor, Karawang, dan di Samosir, Sumatra Utara.
Lalu, bolehkah perjodohan dalam Islam?
BACA JUGA: Sembilan Waktu Mustajab untuk Berdoa, Salah Satunya di Hari Jumat
Sejatinya perjodohan tidak terlarang dalam syariat Islam. Para sahabat juga pernah melakukan perjodohan untuk anak-anak mereka. Biasanya, proses perjodohan dalam Islam itu dilakukan lewat taaruf.
Secara bahasa, taaruf berasal dari bahasa Arab yang artinya saling mengenal. Makna taaruf menjadi lebih spesifik ketika ditujukan untuk orang yang sedang mencari jodoh tanpa melalui proses pacaran.
BACA JUGA: Bacaan Dzikir Setelah Sholat Jumat, Ini Urutannya
Dalam buku Taaruf: Proses Perjodohan Sesuai Syari Islam karya Leyla Hana dijelaskan taaruf diartikan sebagai berkenalan dalam rangka mengetahui lebih dalam tentang calon suami istri atau istri. Atau, lebih jelasnya lagi, taaruf adalah proses pendekatan antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah.
Namun, yang menjadi masalah, bagaimana jika jodoh yang dipilihkan ternyata tidak cocok dengan anaknya. Lalu bagaimana menyikapinya?
Hak anak menolak jodoh yang dipilihkan...