Jumat 14 Jul 2023 14:31 WIB

Dilema Biaya QRIS, Ditolak Konsumen Tapi Telanjur Nyaman dengan Cashless

Sejumlah konsumen pengguna QRIS mengkhawatirkan adanya biaya tambahan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Ahmad Fikri Noor
QRIS yang disediakan di salah satu lapak pedagang di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
QRIS yang disediakan di salah satu lapak pedagang di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menetapkan penyesuaian tarif terhadap merchant discount rate layanan QRIS bagi pelaku usaha mikro. Penyesuaian itu ditetapkan menjadi 0,3 persen dari sebelumnya nol persen.

Kebijakan itu menimbulkan polemik di masyarakat. Sejumlah konsumen pengguna QRIS mengkhawatirkan adanya biaya tambahan. 

Baca Juga

Seorang karyawan swasta bernama Tyas mengaku telah menggunakan layanan QR Code Indonesian Standard (QRIS) sebagian besar untuk membeli makanan. Mendengar adanya kebijakan biaya tersebut untuk layanan QRIS, Tyas mengaku tidak menyukainya.

“Siapa sih yang suka berbayar?” kata Tyas saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/7/2023).

Sebagai konsumen, perempuan berusia 31 tahun ini tidak setuju dengan biaya tambahan untuk layanan QRIS. Kendati demikian, Tyas juga enggan kembali membayar dengan uang tunai.

“Tidak mau cash lagi, ribet kalau ketinggalan dompet,” ujarnya.

Sementara itu, Intan, seorang guru swasta, menyebutkan layanan QRIS sangat membantu saat dia tidak memiliki uang tunai. Intan mengaku sudah terpapar kebiasaan bertransaksi nontunai atau cashless. Dia mengaku sering menggunakan QRIS untuk membeli barang dan makanan.

“Sekarang sudah semakin maju jadi memanfaatkan dengan baik dan lebih ringkas,” kata Intan.

Meski demikian, Intan keberatan dengan biaya tambahan untuk layanan QRIS. “Keberatan kalau kena biaya tambahan tapi untuk cash lagi juga sudah susah karena sudah biasa cashless,” ujar perempuan berusia 31 tahun ini.

Di sisi lain, Nida (31 tahun) yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar swasta juga merasa keberatan dengan biaya tambahan untuk layanan QRIS. Menurut Nida, setiap bulan sudah ada potongan untuk biaya administrasi dari masing-masing bank.

Bahkan, Nida mengatakan, ada beberapa toko yang biaya administrasinya diberikan kepada konsumen yang tidak memakai pembayaran tunai. Namun, saat ditanya pendapatnya terkait opsi pembayaran tunai, Nida tetap memilih layanan QRIS.

“Kalau bisa tetap QRIS karena lebih mudah, hanya saja biaya tambahan bisa dimasukkan ke dalam biaya bulanan pemotongan dari bank saja,” kata Nida yang biasanya menggunakan layanan QRIS maksimal tiga hingga lima kali selama sehari dalam sepekan.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) kini resmi menetapkan biaya transaksi merchant discount rate (MDR) layanan QRIS sebesar 0,3 persen bagi usaha mikro mulai 1 Juli 2023. Meskipun sudah tak lagi gratis, BI menegaskan biaya tersebut tidak boleh dibebankan kepada masyarakat pengguna QRIS.

“Tidak boleh (membebankan biaya QRIS kepada masyarakat pengguna). Ini mengacu kepada Pasal 52 ayat 1 PBI 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP),” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Selasa (11/7/2023).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement