REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyatakan dirinya akan memimpin langsung divisi perwasitan kompetisi sepak bola Indonesia sebagai Ketua Komite Wasit.
Pasalnya, kinerja wasit Liga 1 musim 2022-2023 mendapat catatan negatif sepanjang pertandingan, dan hal yang sama kembali mendapat sorotan di laga perdana Liga 1 musim 2023-2024, dimana tiga klub besar seperti PSM Makassar, Persib Bandung dan Persebaya Surabaya melayangkan protes atas kinerja wasit.
Pengamat sepak bola nasional Rony Samloy mengatakan, langkah Erick Thohir turun gunung membenahi wasit demi kebaikan sepak bola Indonesia. Hal itu mengingat penugasan dan kepemimpinan wasit sangat disorot kinerjanya dalam beberapa tahun terakhir.
“Langkah Pak Erick Thohir duduk di komite wasit menunjukkan kinerja oknum-oknum wasit yang ditugaskan di Liga 1. Ini bagian dari warning agar seluruh wasit yang ditugaskan di Liga 1 harus tetap profesional dan independen, karena ada sanksi tegas ketika dilanggar wasit,” kata Samloy kepada wartawan, Jumat (14/7/2023).
Dikatakan Samloy, ada dua hal utama yang perlu digarisbawahi di sini yakni, keputusan Erick Thohir menjadi Ketua Komite Wasit sebagai shock therapy ke wasit yang bertugas di Liga 1 agar tetap konsisten dan profesional dalam menjalankan tugas.
“Erick Thohir sengaja mengintervensi wasit-wasit Liga 1 agar tetap berhati-hati dalam memimpin setiap pertandingan di Liga 1,” ujarnya.
Menurut mantan jurnalis olahraga ini, PSSI ke depan lebih ketat lagi dalam melakukan seleksi terhadap wasit, meski para wasit ini berada dalam pengawasan Komite wasit PSSI.
“Jika ingin lebih berkualitas maka tak ada salahnya jika seleksi wasit kita ikut dipantau FIFA. Sebuah catatan kritis bahwa sepakbola sebuah negara maju, kalau didukung kompetisi berkualitas, kompetisi berkelas juga dipengaruhi wasit-wasit berkualitas dan berintegritas dan antisuap,” jelasnya.
“Jujur ada wasit-wasit kita yang berkualitas, namun nyali mengambil keputusan yang perlu ditanamkan dalam setiap proses seleksi yang dilakukan PSSI,” sambungnya.
Sementara itu, pengamat bola nasional Sigit Nugroho menilai, keputusan Erick Thohir menjadi Ketua Komite Wasit memiliki alasan tersendiri, yakni lebih totalitas dalam mengawasi kinerja wasit dan persoalan yang kerap terjadi di lapangan.
Hal tersebut tak lepas dari berbagai laporan terkait kinerja wasit musim kemarin dan protes serta kritik terhadap kerja wasit di awal musim.
“Ada penilaian tersendiri saat Ketum PSSI Pak Erick Thohir merangkap jadi Ketua Komite Wasit. Pertama, ia tak percaya lagi dengan kinerja pejabat lama yang ia ganti dan ingin memutus mata rantai 'penyimpangan kolektif'. Kedua, Pak Erick Thohir ingin naik daun lagi, setelah sukses di FIFA Matchday,” ucap Sigit.
Sigit pun menyoroti aksi protes tiga klub besar terhadap kepemimpinan wasit di laga perdana Liga 1 musim 2023-2024. Buat Sigit, aksi protes yang dilakukan ini tidak bisa disimpulkan berdasarkan keterangan sepihak dan sepotong dari para klub, karena akan melahirkan masalah-masalah yang sama dari klub lainnya.
Oleh sebab itu, Sigit menyarankan agar PSSI secepatnya menggunakan teknologi VAR demi menghindari protes yang berkepanjangan.
“Menurut saya, agak sia-sia beradu argumen di era digital seperti sekarang. Salah satu solusi terbaik, pakai VAR. Tinggal analisis, lalu eksekusi keputusan. Soal biaya, jika otoritas sepak bola, legislator, dan pemerintah sepakat melihat sepak bola sebagai promosi Indonesia dari aspek olahraga dan bagian penguatan ekonomi nasional, biaya VAR sangat bisa dijangkau,” jelas Sigit.
“Saya kira PSSI tetap perlu membuka ruang negosiasi, atau lebih tepat kesempatan melakukan banding. Toh keputusan akhir ada pada komite di bawah kendali Ketum PSSI juga. Ini diperlukan agar memenuhi aspek sportivitas, organisasi, dan kesetaraan,” ungkapnya.
Sigit pun menyarankan agar peningkatan wasit dan perangkat pertandingan perlu diperhatikan oleh PSSI sambil menunggu dipakainya teknologi VAR.
“Pelatihan atau seminar sangat diperlukan, terutama dari para pakar wasit yang melibatkan FIFA, AFC, dan AFF. Konfederasi atau federasi di bawah FIFA perlu dilibatkan, sebab mereka tahu lebih detail permasalahan, termasuk aspek budaya,” pungkasnya.