REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) menggelar kegiatan Halaqah Ulama Nasional. Agenda pendukung Musabaqah Qiro'atil Kutub Nasional (MQKN) ini mengangkat tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning.
Ketua RMI-PBNU, KH Hodri Ariev, menyebut isu peradaban baru ini penting, setelah PBNU menetapkan agenda besar Merawat Jagad Membangun Peradaban. Hal tersebut dimaksudkan sebagai kontribusi untuk mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik, damai dan menjadikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai konsensus prinsip, serta mendorong resolusi konflik dengan merujuk pada ajaran Islam.
Untuk mendukung agenda besar PBNU ini, maka pemikiran dan tawaran resolusi konflik harus merujuk pada pemikiran para ulama yang tersimpan dalam kitab kuning atau turats.
Kiai Hodri menekankan rujukan kepada kitab kuning ini, penting karena di dalamnya dengan jelas terwujud mata rantai pemikiran. Secara historis, ini menjadi rujukan dalam berbagai penyelesaian masalah umat, yang menjadikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai salah satu pertimbangan penting.
"Revitalisasi kitab kuning mengandaikan positioning turats sebagai rujukan utama, karena pemikiran para ulama yang terkandung di dalamnya jelas diperoleh dari pembacaan, pemahaman dan pemaknaan mereka atas Alquran dan al-Hadits," ujar dia dalam teks yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/7/2023).
Mengacu pada hal tersebut, ia menilai berarti sebenarnya pijakan yang digunakan ada pada tafsir para ulama atas pesan-pesan Alquran dan al-Hadits. Sehingga, pemikiran mereka tentu memiliki signifikan tersendiri.
Jamak diketahui bahwa, lanjut dia, Nahdlatul Ulama sangat kuat merawat warisan pemikiran para ulama yang disampaikan dari generasi ke generasi, dalam suatu mata rantai yang tersambung.
Perihal alasan mengapa harus berpijak pada kitab kuning, ia menyebut karena di dalamnya tersirat dua hal penting. Mata rantai pemikiran ini memberi jaminan terhubungnya ikatan keguruan atau rabithatul masyikhak, sekaligus menguatkan ikhitar pemahaman yang benar atas ajaran Islam.
"Kitab kuning menjadi saksi bagaimana para ulama telah memahami ajaran Islam, sesuai dengan konteks mereka pada setiap masa," kata Kiai Hodri.
Dengan pandangan demikian, RMI-PBNU menekankan signifikansi kitab kuning sebagai rujukan dalam menyelesaikan masalah-masalah keumatan, serta masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi.
Halaqah Ulama Nasional yang digelar tiga hari, 11-13 Juli, ini diikuti oleh 500 peserta. Mereka terdiri dari para Kiai pengasuh pesantren, pengurus asosiasi pendidikan diniyah, Ma'had Aly, para Pengurus Wilayah RMI se-Indonesia, serta Pengurus Cabang RMI Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.