REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dalam Islam diperbolehkan bagi laki-laki dan perempuan melakukan ta'aruf sebelum berlanjut pada khitbah dan akad nikah. Ta'aruf berarti perkenalan antara laki-laki dan perempuan dalam rangkaian pencarian informasi, kecocokan, dengan tujuan mencapai pernikahan membangun keluarga.
Dalam khazanah fiqih, ta'aruf diperbolehkan selama berada dalam tuntunan syari'at. Di antara tuntunan dalam ta'aruf, pihak lelaki dapat mengirimkan utusan wanita untuk bertemu dengan wanita yang menjadi tujuan ta'aruf. Utusan wanita tersebut bertugas mencari tahu informasi sebagaimana yang dibutuhkan oleh pihak laki-laki. Sementara pihak wanita tidak boleh menutup-nutupi perkara yang menjadi hak bagi pihak laki-laki untuk mengetahuinya. Misalnya informasi tentang kesehatan, informasi tentang pendidikan, dan lainnya. Begitupun sebaliknya, pihak wanita juga dapat mengirim utusan laki-laki untuk menemui pihak laki-laki yang menjadi tujuan ta'aruf. Selain itu dalam ta'aruf diperbolehkan bagi pihak laki-laki melihat sendiri wanita yang menjadi tujuan ta'aruf dengan batasan wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kitab Al Fiqh al Islamy wa Adillatuhu:
والشرع أباح التعرف على المخطوبة من ناحيتين فقط الأول عن طريق إرسال امرأة يثق الخطيب تنظر إليها وتخبره بصفتها – إلى أن قال – وللمرأة أن تفعل مثل ذلك بإرسال رجال فلها أن تنظر إلى خاطبها فإنه تعجبه منه ما يعجبه منها . الثانية النظر مباشرة من الخاطب للمخطوبة للتعرف على حالة جمال وخصوبة البدن فتنظر إلى الوجه والكفين والقامة
Artinya : Dalam redaksi di atas menerangkan bahwa syara’ memperbolehkan ta’aruf atas wanita yang ingin dinikahi dari dua arah saja, pertama: dari arah seseorang itu mengirimkan seorang perempuan yang adil pada wanita yang ingin dinikahi, untuk melihatnya dan memberitahu sifat-sifatnya. Kedua: seorang tersebut melihat langsung pada wanita yang hendak dia nikahi untuk ta’aruf (mengetahui) kecantikannya dan kesuburan badannya, maka dia melihat pada wajah dan telapak tangannya serta postur tubuhnya.
Oleh karena itu bagi Muslim tidak boleh berduaan dengan lawan jenis (khalwah) sehingga dapat terjadinya fitnah. Dan tidak boleh juga berpegangan atau lebih dari itu yang dapat menjerumuskan kepada perzinahan.
Setelah itu boleh bagi laki-laki mengajukan lamaran atau khitbah kepada pihak wanita. Dalam fase ini, boleh bagi wanita menerima atau menolak lamaran tersebut. Namun demikian ketika datang seorang laki-laki yang bagus agamanya dan bagus akhlaknya dianjurkan untuk menerima lamarannya.
Dan perlu menjadi catatan bahwa kendati telah dilamar, namun kedua belah pihak statusnya masih orang lain sehingga tak halal keduanya saling berpegangan saling memandang. Sebagaimana dijelaskan az Zuhayli:
الخطبة مجرد وعد بالزواج، وليست زواجاً ، فإن الزواج لا يتم إلا بانعقاد العقد المعروف، فيظل كل من الخاطبين أجنبياً عن الآخر، ولا يحل له الاطلاع إلا على المقدار المباح شرعاً وهو الوجه والكفان
Artinya, "Khitbah itu baru sekadar janji pernikahan. Bukan pernikahan. Sebab, pernikahan tak terlaksana kecuali dengan sahnya akad yang sudah maklum. Dengan begitu, laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar statusnya masih orang lain. Tidak halal bagi si pelamar untuk melihat si perempuan kecuali bagian yang diperbolehkan syariat, yakni wajah dan kedua telapak tangan"