REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa bulan terakhir ini, Pesantren Al Zaytun di Indramayu yang dipimpin Panji Gumilang memunculkan sejumlah kontroversi. Dalam merespons masalah Al Zaytun, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) mengatakan, ulama dan kiai NU sepakat untuk mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah.
“Kalau Ketum (Ketum PBNU) kamarin mengeluarkan statement bahwa kita ini ikut apa yang diinikan oleh peemrintah. Artinya, kita jangan menghakimi sendiri,” ujar Gus Fahrur saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/7/2023).
Masalah Al Zaytun ini juga sempat disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di tengah-tengah para ulama dan kiai NU, saat menjadi menjadi pebicara Halaqah Ulama Nasional yang digelar di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu (12/7/2023).
Gus Fahrur mengatakan, masalah Al Zaytun ini sudah masuk ke dalam ranah hukum. Karena itu, dia berharap, masalah Al Zaytun ini bisa diselesaikan oleh pengadilan dan pihaknya menunggu perkembangan yang dilakukan pemerintah.
“Jadi kita berharap masyarakat tidak main hakim sendiri, tidak melakukan hal anarkis, bahwa urusan hukum sudah ada aturan undang-undang dan aparatnya. Jadi kita hanya mendorong pemerintah untuk melakukan penegakan hukum. Tapi kita tidak bisa menvonis tanpa pengadilan,” ucapnya.
Menurut dia, semua pihak harus tetap menghargai asas praduga tidak bersalah. Jika pun ada yang ingin menutup Al Zaytun, menurut dia, harus dibuktikan dulu bentuk pelanggarannya.
“Yang kemarin ingin ada penutupan, jangan dong, dibuktikan dulu, nanti kalau ditutup ternyata gak salah bagiamana? Makanya kan harus dibuktikan dulu. Ini kesalahan lembaga atau kesalahan orang?,” kata Gus Fahrur.
“Orangnya yang salah, tapi lembaganya yang ditutup, kan nggak bisa. Ini sistemnya, lembaganya, orangnya, atau siapanya. Ini harus dipilah,” jelasnya.
Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang beberapa waktu lalu juga dilaporkan ke Bareskrim karena dianggap mempraktikkan ajaran Islam secara menyimpang atau melakukan penistaan agama. Terkait itu, menurut Gus Fahrur, harus dibuktikan oleh yang melaporkan.
“Itu juga harus dibuktikan juga, dimintai keterangan terkait penisataan agama, kan kita sementara hanya melihat sepotong-sepotong dari medsos, dari Tiktok, itu kan tidak bisa dihukum, karena kita tidak tahu konteksnya,” ujar Gus Fahrur.