REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menegaskan penanganan hukum kasus anak perempuan yang diduga menjadi korban pembakaran harus mengacu pada Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Peristiwa pembakaran bocah kelas Sekolah Dasar oleh temannya ini terjadi di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
"Proses hukum yang melibatkan anak tetap harus mengacu pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), sedangkan upaya pemulihan korban dapat melibatkan berbagai lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/5/2023).
Dalam kasus ini, KemenPPPA telah berkoordinasi dengan tim UPTD PPA Kabupaten Semarang. "Korban anak masih dirawat di rumah sakit," kata Nahar.
Nahar menambahkan, keseluruhan proses penanganan kasus ini perlu memperhatikan sungguh-sungguh kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini penting karena peristiwa tersebut diduga melibatkan anak-anak, baik anak sebagai korban maupun anak yang diduga sebagai pelaku, sesuai laporan polisi tertanggal 27 Juni 2023.
Peristiwa ini diduga terkait dengan kekerasan terhadap anak. Sebelumnya, pada Sabtu (24/6/2023), seorang anak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah mengalami luka bakar pada sejumlah bagian tubuhnya.
Akibat luka bakar yang diduga dilakukan teman korban ini, korban akhirnya dibawa ke RSUD setempat untuk mendapatkan perawatan intensif. Luka bakar yang diderita korban cukup parah.