Jumat 14 Jul 2023 21:09 WIB

Koalisi Masyarakat Pertanyakan Hilangnya Pembatasan Iklan Rokok di UU Kesehatan

Koalisi ingatkan ada urgensi perlindungan rakyat Indonesia dari bahaya rokok.

Rokok (ilustrasi). Beberapa massa dari Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau, mendatangi kantor Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Foto: www.pixabay.com
Rokok (ilustrasi). Beberapa massa dari Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau, mendatangi kantor Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (14/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Beberapa massa dari Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau, mendatangi kantor Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (14/7/2023). Dalam aksi tersebut, mereka mengungkapkan kekecewaan atas RUU Kesehatan yang telah disahkan menjadi UU Kesehatan tanpa menimbang pengaturan tentang Iklan, Promosi, dan Sponsorship (IPS) Rokok.

Dalam aksi tersebut, mereka secara khusus mengkritik Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. “Padahal, berbagai kajian ilmiah telah membuktikan bagaimana IPS rokok yang begitu masif saat ini telah mendorong anak-anak Indonesia merokok sehingga menghambat upaya kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia,” ucap Nina Samidi di lokasi, mewakili Komnas Pengendalian Tembakau. 

Berdasarkan data, dia menambahkan, jumlah perokok di Indonesia terus meningkat tanpa ada perubahan signifikan dari sisi kebijakan untuk menghentikannya. Bahkan, mengutip data Riskesdas tahun 2018, lanjutnya, perokok anak disebut telah mencapai 9,1 persen.

“Untuk perokok pemula naik 240 persen selama satu dekade terakhir. Klaim jaminan kesehatan terus naik dan data menunjukkan klaim terbesar terjadi pada penanganan penyakit-penyakit dengan faktor risiko merokok. Ditambah lagi, kerugian kesehatan lainnya tak kunjung terselesaikan, mulai dari masalah stunting sampai tingginya kecanduan nikotin yang merusak otak remaja yang mengancam bonus demografi,” tuturnya.

Mengutip rancangan UU terakhir yang diterima awak media dan telah disahkan, memang tidak dicantumkan pengaturan soal IPS rokok. Salah satu pasal yang mengatur soal rokok, ada di pasal 149. 

Dalam pasal tersebut ayat satu (1), dijelaskan produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif agar diarahkan tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan.

“Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk semua produk tembakau yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat,” demikian bunyi ayat dua pasal 149. 

Di pasal tiga, produk tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. rokok; b. cerutu; c. rokok daun; d. tembakau iris; e. tembakau padat dan cair; dan f. hasil pengolahan tembakau lainnya.

Di pasal 151, diatur kawasan tanpa rokok di beberapa lokasi. UU mewajibkan Pemda atau penanggung jawab kawasan umum, tempat kerja dan lainnya untuk menyediakan tempat khusus merokok.

Menyoal ketiadaan kejelasan aturan yang mengatur tersebut, Nina menjelaskan, ada urgensi perlindungan rakyat Indonesia dari bahaya rokok serta eksternalitas negatif yang begitu besar akibat perilaku merokok. Apalagi, kata dia, ditilik dari sisi kesehatan dengan meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) mematikan.

“Maka seharusya masalah ini menjadi salah satu perhatian utama dalam penyusunan UU Kesehatan yang baru dengan memperkuat kebijakan-kebijakan terkait konsumsi rokok dan bukan malah mengerdilkannya,” lanjut Nina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement