REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja enggan memberikan penjelasan lebih lanjut soal usulannya membahas opsi penundaan Pilkada Serentak 2024. Opsi tersebut sebelumnya dikritik banyak kalangan.
"Untuk persoalan itu (opsi tunda pilkada) dibahas dalam rapat tertutup, sehingga saya tidak bisa komen," kata Bagja kepada wartawan usai menghadiri acara peluncuran kampanye 'Hajar Serangan Fajar' di Kantor Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Bagja mengatakan, usulan untuk membahas opsi penundaan pilkada itu bukan usulan resmi lembaganya. Usulan tersebut hanya sebatas bahasan diskusi dalam forum kementerian/lembaga bersama Kantor Staf Presiden (KSP).
Baca: Deputi KSP Pastikan Pilkada Serentak 2024 tidak Ditunda
Bagja mengaku juga tidak akan mengusulkan opsi tersebut secara resmi karena penentuan jadwal Pilkada Serentak 2024 merupakan domain Pemerintah dan DPR RI. Bagja juga membantah bahwa opsi yang dilontarkannya itu menimbulkan kegaduhan.
Sebelumnya, Bagja mengusulkan agar semua pihak terkait mulai membahas opsi menunda gelaran Pilkada Serentak 2024. Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertemakan Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu Serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Bagja mengusulkan penundaan karena ada sejumlah masalah besar yang berpotensi terjadi apabila Pilkada Serentak dilaksanakan sesuai jadwal pada 27 November 2024. Masalah pertama adalah pelaksanaan tahapan pilkada beririsan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.
Baca: Usul Penundaan Pilkada 2024, Bawaslu Diingatkan Komisi II DPR tak Berpolitik
Untuk diketahui, hari pemungutan suara pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Adapun presiden dan wakil presiden terpilih dilantik Oktober 2024.
"Kami khawatir sebenarnya Pilkada 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru. Tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja, dikutip dari laman resmi Bawaslu RI.
Permasalahan kedua, kata Bagja, adalah potensi gangguan keamanan yang tinggi dalam gelaran Pilkada Serentak 2024 yang digelar di semua provinsi dan kabupaten/kota. Masalahnya, aparat keamanan tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujarnya.
Usulan Bagja itu seketika dikritik banyak kalangan. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, misalnya, menyebut usulan tersebut berbahaya karena akan memperpanjang masa jabatan penjabat (pj) gubernur, bupati, dan wali kota.
Dari kalangan pemerhati pemilu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti Bagja berpikir terlalu kejauhan. Seharusnya Bagja fokus mengurus persoalan yang ada di depan mata terlebih dahulu seperti bertebarnya baliho partai dan caleg sebelum masa kampanye dan praktik politik uang di tempat ibadah.
Adapun Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengaku belum memahami landasan Bagja mengusulkan penundaan. Hasyim sendiri ingin hari pencoblosan pilkada dipercepat menjadi September 2024.