Jumat 14 Jul 2023 23:19 WIB

QRIS Kena Biaya Tambahan, Pengguna Tetap ‘Setia’

layanan QRIS dikenai tarif tambahan sebesar 0,3 persen per 1 Juli 2023.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Warga melakukan transaksi digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) saat membeli daging di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023). Bank Indonesia memberlakukan biaya layanan QRIS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) sebesar 0,3 persen dari yang sebelumnya sebesar 0 persen atau gratis. Dalam aturan yang berlaku sejak 1 Juli tersebut, pedagang tidak boleh membebankan balik ke konsumen atau pembeli.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga melakukan transaksi digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) saat membeli daging di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023). Bank Indonesia memberlakukan biaya layanan QRIS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) sebesar 0,3 persen dari yang sebelumnya sebesar 0 persen atau gratis. Dalam aturan yang berlaku sejak 1 Juli tersebut, pedagang tidak boleh membebankan balik ke konsumen atau pembeli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap transaksi yang dilakukan dengan layanan QRIS dikenai tarif tambahan sebesar 0,3 persen per 1 Juli 2023. Meski biaya ini sebenarnya dibebankan kepada penjual atau merchant, konsumen juga bisa ikut merasakan imbasnya.

Sebagian pedagang mungkin akan menyiasati aturan baru ini dengan menaikkan harga jual barang atau jasa yang mereka jajakan. Ada pula pedagang yang justru membebankan biaya transaksi QRIS ini kepada pembeli.

Terkait hal ini, konsumen asal Tangerang bernama Arry Andryani menyatakan bahwa dia tetap akan menggunakan layanan QRIS untuk bertransaksi. Alasannya, layanan QRIS memberikan kemudahan baginya untuk bertransaksi, bahkan saat berbelanja sayur atau cemilan.

"Bahkan sampai Kang (penjual) Sayur sudah pakai (QRIS), sama Abang (penjual) cimol juga," ujar Arry kepada Republika.co.id pada Jumat (14/7).

Bila pedagang membebankan tarif layanan QRIS kepadanya, Arry mengatakan dia akan tetap menggunakan QRIS bila nilai transaksinya di atas Rp 100 ribu. Namun, bila nilai transaksinya kecil, Arry lebih memilih metode pembayaran lain.

"Tapi kalau (nilai transaksinya) cuma sedikit, cash atau debit aja," kata Arry.

Hal senada juga diungkapkan oleh pegawai swasta, Aditya Rizqi Tri Putra. Pria berusia 37 tahun ini mengungkapkan bahwa dia akan tetap menggunakan QRIS dalam bertransaksi.

"Buyer yang tanggung (tarif layanan QRIS) juga nggak apa-apa, alasannya praktis dan higienis," jawab Aditya.

Konsumen lain, Welky Toberson Siahaan, juga mengutarakan pendapat serupa. Pria yang berdomisili di Kabupaten Bangka ini mengungkapkan bahwa dia akan tetap menggunakan layanan QRIS, seperti saat bertransaksi di mal.

Namun, Welky mengungkapkan bahwa di wilayah tempat tinggalnya, layanan QRIS belum begitu meluas. Layanan QRIS baru tersedia di beberapa tempat saja sehingga dia masih sering menggunakan uang tunai saat bertransaksi.

"Kalau di Bangka, masih pada pakai cash kebanyakan," ujar Welky. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement