Sabtu 15 Jul 2023 07:45 WIB

Sekolah Lapang Cuaca Bekali Nelayan Bantul Pengetahuan Perubahan Iklim

Kondisi cuaca saat ini tak menentu, bahkan cenderung ekstrem.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Nelayan mengamati infomasi cuaca secara daring saat mengikuti program Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN)  ilustrasi
Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Nelayan mengamati infomasi cuaca secara daring saat mengikuti program Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL - Ponijo, salah satu nelayan senior di Bantul, DIY, yang mulai berlayar menggunakan kapal sejak 1996, telah mengalami asam garam selama melaut. Dari pengalaman dua dekade menjadi nelayan, salah satu hal yang membuatnya bertanya-tanya belakangan ini adalah kondisi cuaca yang tak menentu, bahkan cenderung ekstrem.

“Dulu itu waktu muda, paling-paling yang dihadapi ya angin lesus. Anginnya berputar-putar begitu dari laut, terus berhenti, tidak sampai ke daratan. Tapi kok sekarang ini lebih mengerikan, ya? Dan kok lebih sering terjadi daripada dulu,” ujar Ponijo saat mengikuti Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Pantai Baru, Srandakan.

Fenomena yang dialami Ponijo ini dijelaskan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebagai salah satu dampak perubahan iklim yang dialami oleh seluruh penduduk di dunia. Menurutnya, ancaman terbesar bagi manusia saat ini bukan lagi perang atau pandemi.

Berdasarkan forum ekonomi dunia, ancaman terbesar saat ini adalah perubahan iklim. "Dan ini memang betul-betul nyata dihadapi oleh semuanya. Itulah mengapa SLCN ini diselenggarakan demi keselamatan para nelayan kita dan juga untuk peningkatan produksi tangkap,” jelas Dwikorita.