REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku siap menghadapi serangan Ukraina yang disebut akan memakai bom tandan. Menurut Putin, negaranya memiliki persediaan bom tandan yang cukup dan siap mengerahkan persediaan tersebut.
"Tentu saja, jika mereka (bom tandan) digunakan untuk melawan kami, kami berhak untuk mengambil tindakan timbal balik," kata Putin dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi pemerintah Rusia yang kutipannya diterbitkan pada Ahad (16/7/2023) seperti dilansir Reuters.
Ukraina diketahui telah menerima bantuan bom tandan dari Amerika Serikat (AS). Langkah Washington tersebut memperoleh sorotan internasional, termasuk dari beberapa negara sekutunya. Bom tandan diketahui dilarang di lebih dari 100 negara.
Presiden AS Joe Biden telah menyampaikan, keputusan untuk mengirim bom tandan merupakan keputusan sulit. Namun AS memilih melakukannya karena pasukan Ukraina disebut mulai kehabisan amunisi. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, Ukraina telah memberikan jaminan tertulis bahwa mereka akan menggunakan bom tandan dengan sangat hati-hati guna meminimalkan risiko bagi warga sipil.
Bom tandan adalah bom yang terbuka di udara dan melepaskan bom berukuran lebih kecil (bomblets) di area yang luas. Bom tersebut dirancang untuk menghancurkan tank, peralatan militer, pasukan, dan melibas banyak sasaran pada saat bersamaan. Bom tandan diluncurkan dengan senjata artileri yang sama yang telah disediakan AS dan sekutunya ke Ukraina untuk perang seperti howitzer alias meriam artileri.
AS terakhir menggunakan bom tandan di Irak pada tahun 2003. Ia memutuskan untuk tidak terus menggunakannya karena konflik bergeser ke lingkungan perkotaan dengan populasi sipil yang lebih padat.
Penggunaan bom tandan tidak melanggar hukum internasional. Namun jika ia dikerahkan terhadap warga sipil, tindakan itu bisa menjadi pelanggaran. The Convention on Cluster Munition adalah traktat internasional yang melarang penggunaan bom tandan. Konvensi itu telah diikuti lebih dari 120 negara. Para pihak setuju untuk tidak menggunakan, memproduksi, mentransfer atau menimbun senjata tersebut dan memusnahkannya setelah digunakan. AS, Rusia, dan Ukraina belum menandatangani perjanjian tersebut.