REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) milik Pemerintah Kota Yogyakarta di Nitikan, tidak hanya mengelola sampah. Namun juga sebagai tempat edukasi pengelolaan sampah rumah tangga.
Untuk itu, pemkot melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengembangkan Laboratorium Pengolahan Sampah Rumah Tangga Perkotaan (Laron Sarungan) di TPS 3R Nitikan.
Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko, selama ini banyak kunjungan studi banding dan praktik kerja lapangan ke TPS 3R dari sekolah maupun universitas. Bahkan dari luar kota seperti dari Sumatra dan Sulawesi karena penasaran dengan pengelolaan sampah di TPS 3R Nitikan.
“Laron Sarungan ini sebagai edukasi kepada masyarakat bagaimana mengelola sampah rumah tangga di perkotaan. Karena di perkotaan itu keterbatasan lahan untuk mengolah sampah rumah tangga,” kata Haryoko saat dikonfirmasi.
Dalam program Laron Sarungan itu, masyarakat akan mendapat edukasi terkait metode-metode pengelolaan sampah organik dan anorganik yang selama ini dilakukan di TPS 3R Nitikan. Lantaran di perkotaan memiliki keterbatasan lahan untuk mengelola sampah rumah tangga, maka metode pengolahan sampah dibuat sederhana dan tidak membutuhkan tempat yang luas.
“Harapannya setiap yang hadir di sini (TPS 3R) kemudian belajar di sini tahu bahwa sampah rumah tangga itu harus bisa zero. Semua ada cara pengelolaannya, baik itu organik maupun anorganik," ujar Haryoko.
Untuk anorganik, misalnya, sampah plastik residu digunting kecil-kecil lalu dimasukan dalam botol jadi ecobrick. Adapun cara pengelolaan sampah organik banyak sekali, antara lain biopori, losida, takakura, ember tumpuk, ecoenzym, dan biolos gabungan dari biopori dan losida.
Selain itu, TPS 3R di Nitikan selama ini juga mengelola sampah organik menjadi kompos dan untuk pakan maggot. Termasuk memilah sampah anorganik dan mengelola sampah residu plastik dan dipres lalu diserahkan ke beberapa mitra swasta pengelola sampah.
"Itu metode-metode yang sudah simpel untuk pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah pasti bau. Metode-metode pengelolaan sampah rumah tangga makanya meminimalisir baunya,” tegasnya.
Dicontohkan pada metode biopori setelah sampah organik dimasukan pada pipa paralon lalu atasnya dimasukan tanah agar tidak bau. Biopori juga memiliki keuntungan selain menghasilkan kompos dari sampah organik juga sebagai biokonservasi air.
Sedangkan metode losida (lodong sisa dapur) untuk mencegah larva maka setiap memasukan sampah organik ditambah kompos. Dia menyatakan untuk metode ember tumpuk harus hati-hati saat membuka dan memastikan keran harus kuat agar tidak bocor karena air lindi dari sampah organik bau.
Metode biolos memiliki keuntungan sebagai konservasi air dan saat memanen kompos tinggal menarik pipa kecil di dalamnya. Untuk metode ecoenzym dinilainya agak rumit dan sebaiknya untuk rumah tangga yang sudah benar-benar mengelola sampah.
Hal ini karena harus teliti bahan bakunya dari buah yang akan busuk dan bio starter. Panen ecoenzym juga membutuhkan waktu 2-3 bulan dan probabilitasnya hasilnya juga tidak bisa 100 persen.
"Metode-metode itu kalau diterapkan di rumah tangga perkotaan tidak memerlukan tempat yang luas. Masyarakat bisa memilih metode pengelolaan sampah sesuai selera,” ujarnya.
Bagi masyarakat maupun lembaga pendidikan yang mau belajar pengelolaan sampah atau mengakses 'Laron Sarungan' di TPS 3R Nitikan bisa mengajukan surat ke DLH Kota Yogyakarta. Haryoko menyebut, DLH akan mengatur jadwal maupun menyesuaikan dengan rencana waktu kunjungan.
Masyarakat dapat berkunjung dan belajar pengelolaan sampah melalui Laron Sarungan tanpa dipungut biaya atau gratis. "Gratis. Pulangnya (dari kunjungan belajar Laron Sarungan) kita kasih souvenir kompos dan ecoenzym,” kata Haryoko.