REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cerita perihal reshuffle atau perombakan struktur pemerintahan dengan pergantian jabatan dalam sebuah kekuasaan atau pemerintahan bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini juga sempat terjadi di masa sahabat Nabi, yaitu Umar bin Abdul Aziz.
Khalifah Umar diceritakan baru saja melantik seseorang sebagai pimpinan di suatu wilayah. Tak lama, ia mendapat kabar bahwa sosok tersebut pernah menjadi pimpinan yang diangkat oleh Hajjaj bin Yusuf.
Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, dalam bukunya berjudul Kisah-Kisah Sahabat, menyebut Hajjaj merupakan gubernur yang zalim pada zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Segera, Umar bin Abdul Aziz memutuskan untuk membatalkan penunjukkan tersebut.
Mendengar keputusannya ini, orang tersebut berkata, "Aku hanya sebentar bekerja pada Hajjaj." Khalifah Umar lantas menjawab, "Satu hari atau kurang bersamanya, sudah cukup membuat buruk seseorang."
Dalam buku yang ia tulis, Syekh Maulana Zakariyya menyebut pengaruh suatu pergaulan pasti akan membekas. Jika seseorang berteman dengan orang-orang yang bertakwa, maka tanpa terasa ketakwaan itu akan membekas dalam dirinya dengan mudah.
"Demikian pula jika seseorang berteman dengan orang fasik, tanpa terasa kebaikannya itu juga akan memengaruhinya," ujar dia.
Karena itu, berteman dengan orang yang memiliki akhlak buruk itu dilarang. Bahkan hanya berdekatan dengan binatang, seseorang dapat terpengaruh olehnya.
Kisah Khalifah Umar mencopot jabatan seseorang yang berlaku zalim tidak berhenti di situ. Ia pernah memecat Khalid ibn Rayyan dan memilih Amr ibn Muhajir al-Anshari sebagai penggantinya.
"Lepaskan pedang itu darimu," ujar Umar kepada Khalid. Setelahnya, ia menengadah dan berdoa, "Ya Allah, aku telah merendahkan Khalid ibn Rayyan karena-Mu. Ya Allah, jangan Engkau angkat dia selama-lamanya."
Di Mesir, sosoknya juga pernah memecat pejabat pengurus pajak bumi, Usamah ibn Zaid At-Tanukhi. Alasan pemecatannya karena Usamah merupakan sosok yang ceroboh, zalim, kerap menerapkan hukuman potong tangan untuk kasus yang belum jelas dan tidak memperhatikan syarat-syarat potong tangan.
Sebelum keputusan ini dikeluarkan, Umar telah beberapa kali menasihati khalifah terdahulu untuk memecat Usamah. Namun, apa yang ia sampaikan tidak digubris.
Karena itu, ketika Khalifah Umar memiliki kewenangan untuk mencabut jabatan Usamah tanpa hormat, ia tak menyia-nyiakannya. Bahkan, Usamah dipenjara di dua kota berbeda, yaitu Mesir dan Palestina, masing-masing satu tahun.