Senin 17 Jul 2023 13:34 WIB

Utusan Khusus AS untuk Iklim John Kerry Kunjungi Cina

Kunjungan Kerry ke Cina untuk membahas pembatasan emisi pemanasan iklim.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Utusan khusus Presiden AS untuk iklim  John Kerry berbicara selama sesi percepatan energi bersih di KTT Iklim PBB COP27, 9 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Foto: AP/Peter Dejong
Utusan khusus Presiden AS untuk iklim John Kerry berbicara selama sesi percepatan energi bersih di KTT Iklim PBB COP27, 9 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry mengunjungi Cina, Ahad (16/7/2023). Lawatannya ke Beijing menggugah harapan bahwa dua negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia itu dapat bekerja sama dalam mereduksi emisi mereka.

Kunjungan Kerry ke Beijing memang untuk menjalin pembicaraan dengan para pejabat Cina. Fokus isunya adalah membatasi emisi pemanasan iklim. Kerry sudah menyampaikan bahwa pemangkasan produksi metana akan menjadi perhatiannya.

Baca Juga

“Metana sangat penting untuk kerja sama kita. Cina setuju untuk memiliki rencana aksi metana dari pembicaraan kita sebelumnya di Glasgow (pada 2021) dan sekali lagi di Sharm el-Sheikh (Mesir, November 2022),” kata Kerry saat berbicara di Kongres AS, Kamis (13/7/2023) pekan lalu.

Metana adalah gas rumah kaca yang bertanggung jawab atas sekitar 30 persen pemanasan global. Dalam konferensi iklim COP27 yang digelar di Mesir tahun lalu, utusan iklim utama Cina, Xie Zhenhua, secara tak terduga berpartisipasi dalam Global Methane Partnership. Inisiatif yang dipimpin AS dan Uni Eropa itu bertujuan memangkas emisi metana tingkat 2020 sebesar 30 persen pada akhir dekade ini.

 Pada kesempatan itu Xie mengatakan Cina telah menyusun rencana dengan langkah-langkah konkret guna mereduksi emisi metana dari energi. Namun dia mengakui kemampuan Cina untuk mengendalikan metana tetap “lemah”.

Sebuah laporan Innovative Green Development Program yang dirilis pada April lalu mengungkapkan, tingkat metana Cina yang melambung menempatkan emisi non-CO2 di jalurnya meningkat 50 persen dari tingkat 2015 pada pertengahan abad ini. Hal itu bakal membuat netralitas karbon menjadi tidak mungkin. Sebab metana adalah gas berbasis karbon.

Direktur Global Pencegahan Metana di Clean Air Task Force (CATF) Jonathan Banks menyambut kunjungan Kerry ke Cina. “Ini adalah salvo pembuka untuk dapat duduk dan berdiskusi lebih serius tentang metana di Cina,” ucapnya.

Menurut studi oleh para ilmuwan California’s Lawrence Berkeley National Laboratory, reformasi pada sektor industri dan pertanian Cina berpotensi mereduksi 30-40 persen emisi metana dari tingkat 2015 pada akhir dekade ini.  Cina mencanangkan bersih dari emisi karbon dioksida pada 2060. Namun ia belum menetapkan target untuk metana dan gas rumah kaca non-karbon dioksida lainnya.

Sementara itu pemerintahan Presiden AS Joe Biden bertujuan mendekarbonisasi ekonomi Negeri Paman Sam pada 2050. Inflation Reduction Act tahun 2022 mengenakan biaya emisi metana dari industri minyak dan gas mulai 2024. Pemerintahan Biden telah mengusulkan aturan untuk menindak polusi, termasuk program “penghasil emisi super” yang mengharuskan operator menanggapi laporan dari para ahli lingkungan dan lainnya tentang kebocoran metana yang besar. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement