REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Selalu ada suka dan duka menyelimuti perjalanan ibadah para jamaah haji di Tanah Suci. Mereka bersuka cita karena dapat berangkat ke tanah para nabi ribuan tahun lalu mendakwahkan tauhid dan menghadirkan perubahan keimanan. Di sana mereka mengeruk ratusan ribu bahkan jutaan pahala untuk ketenangan hati dan bekal hidup di akhirat kelak.
Namun di sisi lain, mereka juga mengalami hal yang mengganggu kenyamanan. Cuaca yang panas luar biasa. Belum lagi makanan ala Arab yang belum tentu bisa dinikmati. Lalu lintas padat. Suasana yang berbeda dengan kampung halaman, dan masih banyak lagi kekurangan dan ketidaknyamanan yang harus dirasakan. Namun, semua itu tak menciutkan semangat mewujudkan cita-cita mengamalkan Rukun Islam kelima.
Contoh jamaah haji semacam itu adalah Aat bersama suaminya Suharja. Mereka adalah warga Majalengka Jawa Barat. Keduanya terus menempuh apapun yang mereka hadapi. Asal keduanya bersama, segala kenikmatan dan kesusahan terasa mudah dilewati, sebagaimana mereka sudah puluhan tahun menjalin cinta dalam mengarungi berbagai cobaan hidup dan prestasi.
Mereka berangkat ke Tanah Suci sebagai jamaah haji gelombang kedua. Dari embarkasi Kertajati (KJT 10) di Jawa Barat, keduanya terbang dengan pesawat yang sudah disiapkan. Kemudian mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi. Lalu perjalanan berlanjut ke Makkah untuk sampai ke hotel, beristirahat, kemudian lanjut melaksanakan tawaf dan umrah di Masjidil Haram.