REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kasus mutilasi cukup marak terjadi di Indonesia sehingga mendapatkan perhatian tersendiri di masyarakat. Merujuk hal tersebut, maka diperlukan upaya untuk menanggulangi agar kasus ini tidak terulang kembali.
Pakar Hukum Pidana dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB), Prija Djatmika mengaku agak sulit untuk mencari cara agar kasus mutilasi tidak terjadi lagi di Indonesia. Namun dia menilai hukuman untuk para pelaku mutilasi sudah seharusnya dimaksimalkan.
Menurut dia, hukuman maksimal ditunjukkan agar pelaku menjadi jera. Sementara itu, bagi masyarakat yang belum melakukan mutilasi dapat dicegah keinginannya.
"Di koran (media massa) juga harus ditulis bahwa mutilasi jangan hanya memberitakan ada mutilasi. Harus ada pemberitaan proses hukumannya," jelasnya saat dikonfirmasi Republika, Senin (17/7/2023).
Menurut dia, pemberitaan mutilasi sebenarnya dapat berdampak pada keinginan seseorang untuk melakukan serupa. Apalagi jika pemberitaannya disampaikan dengan sengat detail.
Dari sisi kriminologi, Prija menyebutkan bahwa kejahatan itu proses belajar yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Proses belajar langsung misalnya dengan bertemu pelaku kejahatan atau narapidana.
"Seperti di lapas, ada narapidana dia mencuri helm. Masuk penjara lalu bertemu dengan pencuri mobil. Di sana dia bisa saja diajari bagaimana merampok dan mencuri mobil," jelasnya.
Sementara itu, belajar tidak langsung dapat bersumber dari pemberitaan di media massa. Pemberitaan yang detail dapat memberikan pemahaman baru bagi orang-orang tertentu tentang cara menghilangkan jejak pembunuhan melalui mutilasi. Ia berharap pemberitaan di media massa tidak terlalu detail agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebelumnya, kasus mutilasi di Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, DIY, diduga terkait dengan hilangnya seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sejak Selasa (11/7/2023) lalu. Dalam kasus tersebut, kepolisian mengungkap bahwa korban berinisial R dan dari KTP-nya merupakan warga Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan, mahasiswa Fakultas Hukum UMY yang hilang, yakni atas nama Redho Tri Agustian (20 tahun) juga berasal dari Pangkal Pinang.
"Memang laporan orang hilang ada, dilaporkan ke Polsek Kasihan pada Kamis (13/7/2023) lalu," ujar Kasi Humas Polres Bantul, Iptu I Nengah Jeffry Prana Widnyana, saat dikonfirmasi Republika, Senin (17/7/2023).