Senin 17 Jul 2023 20:35 WIB

Angka Kemiskinan Turun, Ekonom: Masih Jadi Tantangan

Pemerintah perlu memperhatikan tingkat kemiskinan dan menjaga daya beli.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Warga mencuci pakaian di Sungai Code, Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Warga mencuci pakaian di Sungai Code, Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Angka tersebut turun 0,46 juta orang dibandingkan September 2022 dan jika dibandingkan Maret 2022 menurun 0,26 juta orang.

Ekonom senior, Sunarsip menilai penurunan angka kemiskinan tersebut tidak terlalu besar. "Jadi, menurut saya, angka kemiskinan saat ini masih menjadi tantangan yang perlu diselesaikan," kata Sunarsip kepada Republika.co.id Senin (17/7/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, angka makro ekonomi Indonesia memang bagus seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan neraca perdagangan. Hanya saja, kualitas pertumbuhan ekonomi masih menjadi catatan.

Sunarsip menyebut, pertumbuhan ekonomi saat ini lebih banyak ditopang oleh ekspor atau manufaktur berbasis ekspor. Sedangkan ekspor Indonesia dalam dua tahun terakhir lebih banyak bertumpu pada ekspor komoditas atau manufaktur berbasis komoditas yg relatif capital intensive.

Sedangkan, selama krisis pandemi menurut Sunarsip banyak sekali manufaktur yang labor intensive berhenti beroperasi. Beberapa diantaranya seperti industri tekstil akibat turunnya demand dari pasar utama mereka seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Jadi, Sunarsip menyarankan sebaiknya pemerintah tetap perlu memberikan catatan terhadap angka kemiskinan tersebut. "Tampaknya, pemerintah belum sepenuhnya bisa menghilangkan program bansos-bansosnya utk menjaga daya beli masyarakat khususnya kelompok pekerja informal yang belum balik bekerja pada pekerjaan formalnya akibat krisis pandemi lalu," ungkap Sunarsip.

Sebelumnya, Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto mengatakan terdapat sejumlah catatan fenomena sosial ekonomi yang mempengaruhi kondisi kemiskinan pada Maret 2023. Beberapa diantaranya dari penurunan tingkat pengangguran dan peningkatan nilai tukar petani hingga laju inflasi yang rendah.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,45 persen atau turun jika dibandingkan TPT Agustus 2022 yang sebesar 5,86 persen. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2023 sebesar 110,85 atau meningkat dibandingkan September 2022 yang sebesar 106,82.

Sementara itu, laju inflasi menunjukkan penurunan. Inflasi pada periode September 2022–Maret 2023 sebesar 1,32 yang lebih rendah jika dibandingkan inflasi pada periode Maret 2022–September 2022 sebesar 3,60.

Selain itu, konsumsi rumah tangga kuartal I 2023 dibandingkan kuartal III 2022 meningkat sebesar 2,21 persen. Atqo menuturkan, bantuan sosial juga tetap diupayakan untuk mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin.

"Pemanfaatan bansos Program Keluarga Harapan (PKH) kuartal I 2023 mencapai 89,3 persen. Sementara pemanfaatan bansos sembako tahap satu telah mencapai 86,5 persen," ungkap Atqo. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement