REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2023 kembali mencatat surplus mencapai 3,45 miliar dolar AS. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai surplus tersebut dalam kondisi tidak sehat.
"Karena surplusnya bukan disebabkan peningkatan ekspor tapi impornya turun. Ekspornya sendiri juga turun," kata Faisal kepada Republika.co.od, Senin (17/7/2023).
Dia menuturkan, penurunan impor lebih tajam dibandingkan ekspor membuat selisihnya melebar dibandingkan neraca perdagangan Mei 2023. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 surplus sebesar 400 juta dolar AS namun pada Juni mencapai 3,5 miliar USD namun menurut Faisal, kondisi ekspor dan impornya turun.
"Impor turun lebih tajam secara bulanan sebesar 19 persen. Secara tahunan juga turun 21 persen," tutur Faisal.
Sementara itu, nilai ekspor juga mengalami penurunan pada Juni 2023 meskipun tidak setajam impor. Penurunan ekspor sebesar 5 persen secara bulanan dan secara tahunan 18 persen.
"Nah jadi kondisi tidak baik karena impornya mengalami penurunan. Kalau impor sudah turun itu biasanya merefleksikan ekonomi domestik biasanya mengalami masalah," jelas Faisal.
Dia menjelaskan, hal tersebut karena permintaan terhadap produk impor terutama bukan hanya barang konsumsi, namun juga barang produktif bahan baku penolong berkurang. Artinya, kata Faisal, permintaan dalam negeri untuk produk konsumsi dan produksi menurun.
Faisal menambahkan, nilai ekspor yang tidak meningkat juga memperlihatkan adanya pelemahan global di negara-negara tujuan ekspor. "Itu dampaknya ke pendapatan di dalam negeri terutama masyarakat dan sektor pelaku usaha yang bergerak pada bisnis ekspor yang mengalami penurunan tersebut baik komoditas atau manufaktur," ungkap Faisal.