REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Syubbaanul yaum, rijaalul ghod. Pemuda di hari ini adalah pemimpin di masa depan. Menjadi seorang pemuda di tengah gempuran masifnya digitalisasi dan buruknya masyarakat sosial saat ini tentunya tidak mudah. Penyimpangan-penyimpangan sosial, kebatilan dan kemunkaran tampaknya sudah menjadi hal lumrah bahkan kerap kali jadi tontonan publik.
Pemuda seringkali disebut sebagai Agent of Change, seorang Agen Perubahan. Namun, masih relevankah sebutan Agent of Change untuk pemuda saat ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Aman Palestin dan MQFM Radio mengangkat talkshow bertajuk Palestine Talk. Kali ini mengundang mahasiswi Pascasarjana Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam bernama Selmarisa Wardhani, S.H.
Wanita yang akrab dipanggil Selma tersebut merupakan mahasiswi lulusan Universitas Darussalam Gontor pada 2022, dan saat ini tengah melanjutkan studi Pascasarjana di Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam. Di tengah kesibukannya melanjutkan pendidikan, Selma juga tidak lupa untuk terus bisa berkontribusi pada masyarakat dengan menjadi pengajar berbasi online di Kediri.
Selma menuturkan, seorang pemuda memiliki kaitan erat dengan sebuah peradaban. Karena, idealnya seorang pemuda haruslah memiliki karakter seperti mandiri, berintegritas tinggi, sosok yang idealis, mempunyai azzam dan ambisi yang kuat. Karakter-karakter itulah yang akan membuat seorang pemuda menjadi individu yang berkualitas, karena secara hitungan manusiawi, seorang pemuda masih memiliki masa depan yang panjang.
Contoh pemuda yang bisa diteladani adalah Muhammad Al-Fatih. Al Fatih mampu menaklukkan konstantinopel pada saat umurnya masih 21 tahun. Baginda Rasulullah SAW memulai dakwah Islam di tengah kalutnya peradaban Islam di umur 23 tahun. Meskipun masih banyak tokoh muslim yang bisa dijadikan teladan, Al Fatih dan Rasulullah menjadi salah satu bukti tak terelakkan bahwa seorang pemuda mampu berkontribusi untuk umat dan peradaban.
Dalam Al-Quran surat Ar-Ruum ayat 54, Allah menjelaskan bagaimana manusia diciptakan dalam 3 fase, yakni fase lemah (anak-anak), fase kuat (remaja-pemuda) dan fase lemah (orang tua). Maka dari itu, dapat dipahami bahwasanya Allah telah menciptakan dan menitipkan kekuatan kepada manusia pada usia remaja untuk bisa berkiprah pada masyarakat dengan potensi yang dimilikinya. Tidak heran pula seorang tokoh nasionalis seperti Bung Karno pernah berujar bahwa dirinya hanya membutuhkan 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia.
Rasulullah juga dalam perjalanan berdakwah memfokuskan dakwahnya kepada para pemuda supaya menjadi kader perjuangan dakwah Islam. Beberapa pemuda tersebut seperti Sa’ad bin Abi Waqas yang menjadi ahli militer pada saat masih berusia 16 tahun, Usamah bin Zaid yang mampu memimpin pasukan Islam melawan Romawi pada usia 18 tahun, padahal di pasukan itu ada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Ada pula Zaid bin Tsabit yang sejak kecil ingin bergabung untuk berperang bersama Rasulullah dan mendapatkan amanah untuk menulis wahyu oleh Rasulullah pada umur 11 tahun.
Pemuda Zaman Sekarang
Menghadapi globalisasi zaman dan kemudahan aksesnya mengakibatkan beberapa dampak negatif terhadap pemuda seperti overthinking dan insecure. Hal tersebut berdampak terhadap kehidupan seorang pemuda yang menjadi lebih fokus terhadap kehidupan orang lain, belum lagi adanya tuntutan sosial yang materialis.
Krisis identitas, perang pemikiran menjadi salah satu permasalahan krusial dan pemuda kembali menjadi sasaran utama seperti feminisme, LGBT, radikalisme dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan pemuda korban karena memiliki idealis yang tinggi. Namun, di lain sisi seorang pemuda juga masih dalam tahap pencarian jati diri, memilah dan memahami mana nilai-nilai yang haq dan bathil.
Ketika seorang pemuda tidak waspada dengan fase serta keadaan ini dan sulit membentengi diri dengan benar, maka mereka akan mudah terjerumus ke dalam keburukan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwasanya problematika pelik pemuda akhir zaman memang berat. Karena yang perlu dilakukan adalah jihad atas pemikiran dan hawa nafsu.
Lalu, bagaimana tahapan menjadi seorang Agent of Change bagi pemuda?
Dalam surat Al-Kahfi ayat 13-14, Allah berfirman:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ
وَّرَبَطْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اِذْ قَامُوْا فَقَالُوْا رَبُّنَا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَنْ نَّدْعُوَا۟ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلٰهًا لَّقَدْ قُلْنَآ اِذًا شَطَطًا
Artinya:
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka. (13)
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.” (14)
Pada ayat 13, terdapat kata اٰمَنُوْا Allah menjelaskan bahwa pemuda Al-Kahfi adalah pemuda yang beriman. Sehingga, imbalan yang Allah berikan kepada mereka adalah keimanan dan mengokohkan hati mereka sehingga mampu berdiri tegak dalam mengungkapkan kebatilan kepada raja yang zhalim pada saat itu.
Maka dari itu keimanan menjadi aspek yang harus didalami, tidak hanya sebatas lisan tapi harus kita pikirkan dan berbuah perbuatan. Ketika keimanan menjadi sebuah pemikiran, hal tersebut akan menjadi mindset dan worldview kita untuk dapat menghadapi problematika zaman. Adapun tahapan selanjutnya, dilengkapi dengan tambahan bekal ilmu yang baik dan mumpuni.