Selasa 18 Jul 2023 16:16 WIB

Soal Al Zaytun, Mahfud: Dibina Demi Hak Konstitusional Murid dan Santri

Pemerintah berketetapan tidak akan menutup lembaga pendidikan apapun.

Red: Agus Yulianto
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menekankan, pemerintah akan membina dan mengembangkan lembaga pendidikan Al Zaytun untuk memenuhi hak konstitusional murid dan santri memilih dan menerima pendidikan.

"Yang jelas, pemerintah berketetapan tidak akan menutup lembaga pendidikan apapun. Akan terus kita (pemerintah) bina, akan kita kembangkan sesuai dengan hak konstitusional, diberikan hak kepada murid dan wali murid, santri dan wali santri di situ, untuk tetap memilih lembaga pendidikannya, tetapi materinya kita kontrol, kita awasi. Itu saja," ujar Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (18/7/2023). 

Menurut Mahfud, pemerintah memandang Al Zaytun sebagai suatu lembaga pendidikan yang memiliki produk sangat bagus, dengan murid dan santri yang pintar, sehingga pemerintah akan menyelamatkan Al Zaytun sebagai lembaga pendidikan.

"Cuma bagaimana menyelamatkan itu, tunggu posisi hukum dulu terhadap (pengasuh Al Zaytun) Panji Gumilang," jelas dia.

Sementara itu menyangkut pengasuh Al Zaytun Panji Gumilang, Mahfud menyampaikan, yang bersangkutan saat ini tengah diproses secara hukum berkaitan adanya laporan masyarakat tentang dugaan penodaan agama yang melanggar UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan, dan/atau penodaan agama.

Pemerintah juga melaporkan dugaan pencucian uang terkait kekayaan Yayasan Al Zaytun. Menurut Mahfud saat ini telah diblokir 145 rekening dari 256 rekening pribadi, ditambah sejumlah rekening lain yang terkait, antara lain rekening beberapa yayasan. "Nah itu diperiksa demi ketertiban," jelasnya.

Dia menegaskan, segala proses terkait hukum tidak boleh dilakukan terburu-buru. Yang terpenting, kata dia, sudah ada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), dan SPDP itu sudah menyebut inisial.

"Itu saya kira sudah jelas masyarakat, ini orangnya. Bahwa kapan nanti tindakan hukum yang lebih konkret misalnya pemanggilan, penahanan, pengadilan dan sebagainya, itu memang harus lebih hati-hati, harus lebih hati-hati," tuturnya.

Sedangkan terkait keamanan, Mahfud menjelaskan, sudah ditangani Gubernur Jawa Barat bersama aparat keamanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement