Selasa 18 Jul 2023 16:19 WIB

Sutradara Barbie Didiagnosis ADHD Saat Dewasa, Apa Gejalanya?

Diagnosis ADHD diterima sutradara Barbie saat dia sudah dewasa.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Sutradara Barbie, Greta Gerwig. Gerwig didiagnosis ADHD ketika sudah dewasa.
Foto: EPA-EFE/NINA PROMMER
Sutradara Barbie, Greta Gerwig. Gerwig didiagnosis ADHD ketika sudah dewasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara film Barbie, Greta Gerwig, baru terdiagnosis dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau ADHD di usia dewasa. Kondisi ini dapat membuat Gerwig melakukan perilaku impulsif dan sulit berkonsentrasi.

Gerwig mengatakan diagnosis ADHD memang baru dia dapatkan ketika berusia dewasa. Akan tetapi, wanita berusia 39 tahun tersebut mengungkapkan bahwa gejala-gejala ADHD sudah mulai tampak sejak dia masih kecil.

Baca Juga

"Saya selalu memiliki antusiasme yang sangat besar. Saya tertarik pada semua hal. Saya memiliki imajinasi yang sangat aktif. Saya memiliki perasaan yang sangat dalam. Saya emosional," kata Gerwig kepada The Guardian seperti dilansir Indian Express pada Senin (18/7/2023).

Kala itu, orang-orang hanya melihat Gerwig sebagai anak yang berenergi sangat besar. Oleh karena itu, orang tua Gerwig biasanya akan membuat Gerwig kecil melakukan beragam aktivitas untuk "menguras" kelebihan energi tersebut.

"Sekarang, sebagai orang dewasa, saya memiliki ADHD, mereka mendiagnosis saya," ujar Gerwig.

Secara umum, ADHD merupakan gangguan perkembangan saraf yang biasanya terlihat pada masa kanak-kanak dan bertahan hingga memasuki usia dewasa. Individu dengan ADHD biasanya mengalami masalah yang berkaitan dengan atensi, impulsivitas, dan hiperaktivitas. Beragam masalah ini bisa turut mengganggu produktivitas hingga hubungan penderitanya dengan orang lain.

"Faktor genetik memainkan peran signifikan, mengingat ADHD cenderung diturunkan dalam keluarga," jelas psikolog konseling Vishnu Priya Bhagirath.

Terkait faktor genetik, Bhagirath mengungkapkan bahwa gen yang diyakini berkontribusi terhadap kejadian ADHD adalah gen yang berkaitan dengan regulasi dopamin dan fungsi neurotransmitter. Faktor lingkungan seperti apparan terhadap toksin, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan kesulitan hidup di masa kanak-kanak juga dapat meningkatkan risiko terjadinya ADHD.

ADHD bisa dikelola dengan beragam kombinasi terapi, tergantung kondisi masing-masing penderita. Beberapa contoh terapi yang dapat diberikan untuk penderita ADHD adalah intervensi perilaku, konseling, dan penggunaan obat.

"(Terapi) mungkin membutuhkan kolaborasi dengan orang tua, guru, atau sistem pendukung lain untuk menciptakan lingkungan yang konsisten dan mendukung," ujar Bhagirath.

Berkaitan dengan hal ini, Bhagirath mengatakan ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mendukung penderita ADHD. Berikut ini adalah lima langkah di antaranya:

1. Ciptakan lingkungan yang terstruktur dan mendukung bagi penderita ADHD, dengan rutinitas yang konsisten dan ekspektasi yang jelas.

2. Dorong penderita ADHD untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin untuk menyalurkan kelebihan energi mereka.

3. Batasi paparan toksin atau racun lingkungan selama masa kehamilan hingga masa kanak-kanak.

4. Terapkan kebiasaan tidur yang sehat, sediakan asupan makan yang bergizi, dan batasi paparan layar atau screen time.

5. Bina hubungan yang positif dengan penderita ADHD, didukung dengan komunikasi terbuka dan ketahanan emosi yang baik.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement