REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta mengomentari soal kebocoran 337 juta data yang diduga berasal dari Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sukamta menilai berulangnya kebocoran data di Indonesia menunjukan bahwa kebocoran data sudah sangat serius.
"Data penduduk Indonesia kembali bocor dan kali ini data kependudukan yang bocor, merupakan data yang sangat privasi sehingga sangat merugikan serta membahayakan warga negara Indonesia," kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/7/2023).
Ia mengatakan sejumlah 337.225.465 data yang dijual di darkweb cukup lengkap mulai dari NIK, nama lengkap, tanggal lahir, nomor akta lahir, golongan darah, agama, status pernikahan, nomor akta nikah dan nomor akta cerai, peningkatan tanggal nikah/tanggal cerai, kelainan fisik, penyandang cacat, pendidikan akhir, jenis pekerjaan, NIK ibu, NIK ayah, nama lengkap ibu, serta nama lengkap ayah.
"Kebocoran data yang berulang di lembaga-lembaga pengelola data milik pemerintah menunjukan hacker telah menemukan kelemahan yang sama diberbagai server data pemerintah sehingg harus dilakukan upaya luar biasa untuk mencegah kebocoran kembali," ucapnya.
Anggota DPR RI dapil DIY tersebut menilai penanganan kasus kebocoran data sebelumnya tidak jelas hasil dan tindak lanjutnya. Menurutnya kasus kebocoran data harus dijelaskan pemerintah kepada publik mulai dari proses penanganan, tindak lanjut pencegahan dan penindakan hukum.
"Apabila masih seperti kasus-kasus sebelumnya di mana kebocoran data 34 passpor, 3,2 miliar data dari Aplikasi Peduli Lindungi, 45 juta data MyPertamina, 105 juta data Komisi Pemilihan Umum, 679.000 surat yang dikirim ke Presiden Jokowi 1,3 miliar tidak jelas prosesnya dan pencegahanya maka lembaga-lembaga pengelola data ini under capacity," ungkapnya.
Ia menekankan pemerintah harus mengantisipasi dampak dari kebocoran data ini. Ketika publik kehilangan kepercayaan kepada pemerintah dalam menyimpan data maka ke depan segala hal mengenai pengumpulan data pemerintah akan mengalami penentangan jika tidak ada jaminan keamanan dan perbaikan sistem keamanan.
"Kami juga memperkirakan setelah data bocor berbagai penipuan memanfaatkan data digital ini akan meningkat," katanya.