REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) terus mewaspadai kemungkinan kenaikan harga gula dunia yang tinggi karena pasokan di negara pemasok yang berkurang drastis.Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman di Jakarta, Selasa (18/7/2023) menyebut kenaikan harga gula juga perlu diwaspadai karena ancaman fenomena El Nino yang berdampak pada musim tanam tebu di dalam negeri.
"Kebetulan bulan ini sedikit mereda kenaikan harganya, mudah-mudahan tidak terus berlanjut. Tapi ancaman masih ada, karena El Nino pengaruhnya besar. Apalagi tebu 10 bulan penanaman. Tahun ini El Nino, otomatis awal-awal musim tanam pengaruhnya di tahun depan akan sedikit pengaruhi produksi dan produktivitas tebu itu sendiri, ini harus diantisipasi," katanya.
Adhi menyebutkan kenaikan harga gula saat ini tidak terlalu berpengaruh pada industri besar dan menengah. Pasalnya, mereka telah mengamankan harga lewat kontrak jangka panjang dengan pemasok.
"Saya cek beberapa industri besar kebanyakan tidak menaikkan harga, karena ini industri besar punya kontrak jangka panjang dengan pemasok dan pemasok sudah mengamankan harga yang lalu dari izin impor yang diperoleh," katanya.
Namun, sebaliknya, industri kecil dan UKM kemungkinan akan sangat terdampak atas kenaikan harga gula.
"Tapi teman-teman IKM terkendala karena daya tahan industrinya rendah, stoknya tidak sebanyak industri besar. Bahkan ada yang harian dan mingguan, otomatis mau tidak mau kesulitan kalau harga gula tinggi," katanya.
Adhi menambahkan, kenaikan harga produk makanan dan minuman di industri besar sejatinya tidak mudah dilakukan dan membutuhkan waktu karena perlu didiskusikan dengan ritel dan distributor. Namun, ia memperkirakan ada kenaikan harga mulai akhir tahun 2023 atau awal 2024.
"Perkiraan saya mungkin akhir tahun atau awal tahun baru kita lakukan perubahan-perubahan harga tersebut," katanya.