Advertisement

In Picture: Tipu-Tipu Pengembang Perumahan Green Village di Bekasi, 10 Warga Jadi Korban

Rabu 19 Jul 2023 06:53 WIB

Rep: Ali Yusuf/ Red: Erik Purnama Putra

Ketua RW 07 Green Village Bekasi Yunus Efendi sedang menemani warga yang tanahnya akan diskusi oleh Liem Sian Tjie di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/7/2023).

Foto: Republika/Ali Yusuf
PT Surya Mitratama Persada membangun unit rumah di lahan milik Liem Sian Tjie.

REPUBLIKA.CO.ID, Lima gelas teh tarik tersedia di nampan putih motif buah stroberi. Yunus Efendi pun menyodorkan satu gelas kepada tamunya. "Silakan minum dulu Bang," kata Yunus yang sedang bersandar di tiang rumah milik salah satu penghuni di Perumahan Green Village, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Selasa (18/7/2023).

Di rumah itu, Yunus yang menjabat ketua RW 07 Kelurahan Perwira tidak sendiri. Dia ditemani Bambang Subianto, Edi Kuan Loi, Rudianto, dan Saiful. Rumah yang dijadikan tempat mereka mengobrol adalah milik Rendi dan Irene Liem.

Baca Juga

Rumah tersebut termasuk yang menjadi korban sengketa tanah antara PT Surya Mitratama Persada (SMP) sebagai pengembang perumahan dan penghuni. "Jadi sengketa ini sejak tahun 2016," kata Yunus kepada Republika.co.id mengawali kronologi permasalahan tanah tersebut.

Di depan rumah itu, kini berdiri tembok kukuh. Hanya tersisa jalan sempit seukuran badan orang dewasa saja yang tersisa. Bahkan, sepeda anak-anak sebagaimana video yang viral di Tiktok, tidak bisa masuk di deretan perumahan tersebut. Padahal, dulunya depan rumah bisa dilalui mobil.

Yunus bercerita, objek tanah yang ditembok oleh pengembang sebenarnya milik Bu Liem Sian Tjie. Menurut dia, Perumahan Green Village dibangun PT SMP pada 2013. Dia memperkirakan, sengketa tanah muncul lantaran pengembang tidak mengikuti aturan site plan yang diajukan. "Kalau dia mengikuti site plan atau sudah ada prodak hukum kenapa dia (pengembang Green Village kini) tidak punya jalan?" kata Yunus menggugat.

Dia menyampaikan, site plan pembangunan rumah sebenarnya sudah keluar pada 2013. Sementara izin mendirikan bangunan (IMB) perumahan dari dinas terkait baru rampung pada 2015. "Bangunan sudah jadi baru keluar IMB. Ini kan sudah melanggar sebetulnya," ujar Yunus bertanya-tanya.

Dari informasi yang didapatnya, ternyata proses pembangunan unit rumah memang tidak beres. Pengembang perumahan malah mencabuti patok tanah yang bukan miliknya. Artinya, pekerja atas perintah PT SMP mencabut patok tanah milik Liem Sian Tjie yang lokasinya berdempetan dengan beberapa rumah.

Karena patok tanah dicabut, kata Yunus, Liem Sian Tjie selaku pemilih lahan menegur para pekerja. Ternyata, teguran itu tidak dipedulikan oleh pengembang. Mereka malah menantang Liem Sian Tjie untuk menggugat ke pengadilan dan membuktikan kepemilikan tanah.

"Katanya silakan gugat. Kalau kamu menang saya akan ganti tanahmu. Dan ternyata menang sampai putusan PK (peninjauan kembali). Sudah inkrah bukan diganti, pengembang malah kabur," ujar Yunus.

Yunus mengatakan, PT SMP pernah memiliki kantor pemasaran di bagian depan Perumahan Green Village. Namun sejak 2016 atau ketika proses hukum sedang berjalan, sambung dia, kantor pemasaran itu sudah tutup. Kini, di bekas kantor itu malah disewakan menjadi minimarket. "Dulu di sini pengembang pernah bukan kantor pemasaran. Sejak 2016 sudah tidak ada, sekarang jadi Indomart," katanya.

Yunus menyebut, Perumahan Green Village terdiri 70 unit rumah. Meski begitu, hanya sekitar 10 unit rumah yang terdampak putusan eksekusi pengadilan. Ada satu rumah paling terdampak dari putusan itu karena unitnya sebagian harus dibongkar lantaran berdiri di tanah milik Liem Sian Tjie. Adapun unit lainnya sudah tidak memiliki halaman karena jalan di depan yang dibangun pengembang berstatus sah milik orang lain.

Kejanggalan fasilitas kredit...

REPUBLIKA.CO.ID, Lima gelas teh tarik tersedia di nampan putih motif buah stroberi. Yunus Efendi pun menyodorkan satu gelas kepada tamunya. "Silakan minum dulu Bang," kata Yunus yang sedang bersandar di tiang rumah milik salah satu penghuni di Perumahan Green Village, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Selasa (18/7/2023).

Di rumah itu, Yunus yang menjabat ketua RW 07 Kelurahan Perwira tidak sendiri. Dia ditemani Bambang Subianto, Edi Kuan Loi, Rudianto, dan Saiful. Rumah yang dijadikan tempat mereka mengobrol adalah milik Rendi dan Irene Liem.

Baca Juga

Rumah tersebut termasuk yang menjadi korban sengketa tanah antara PT Surya Mitratama Persada (SMP) sebagai pengembang perumahan dan penghuni. "Jadi sengketa ini sejak tahun 2016," kata Yunus kepada Republika.co.id mengawali kronologi permasalahan tanah tersebut.

Di depan rumah itu, kini berdiri tembok kukuh. Hanya tersisa jalan sempit seukuran badan orang dewasa saja yang tersisa. Bahkan, sepeda anak-anak sebagaimana video yang viral di Tiktok, tidak bisa masuk di deretan perumahan tersebut. Padahal, dulunya depan rumah bisa dilalui mobil.

Yunus bercerita, objek tanah yang ditembok oleh pengembang sebenarnya milik Bu Liem Sian Tjie. Menurut dia, Perumahan Green Village dibangun PT SMP pada 2013. Dia memperkirakan, sengketa tanah muncul lantaran pengembang tidak mengikuti aturan site plan yang diajukan. "Kalau dia mengikuti site plan atau sudah ada prodak hukum kenapa dia (pengembang Green Village kini) tidak punya jalan?" kata Yunus menggugat.

Dia menyampaikan, site plan pembangunan rumah sebenarnya sudah keluar pada 2013. Sementara izin mendirikan bangunan (IMB) perumahan dari dinas terkait baru rampung pada 2015. "Bangunan sudah jadi baru keluar IMB. Ini kan sudah melanggar sebetulnya," ujar Yunus bertanya-tanya.

Dari informasi yang didapatnya, ternyata proses pembangunan unit rumah memang tidak beres. Pengembang perumahan malah mencabuti patok tanah yang bukan miliknya. Artinya, pekerja atas perintah PT SMP mencabut patok tanah milik Liem Sian Tjie yang lokasinya berdempetan dengan beberapa rumah.

Karena patok tanah dicabut, kata Yunus, Liem Sian Tjie selaku pemilih lahan menegur para pekerja. Ternyata, teguran itu tidak dipedulikan oleh pengembang. Mereka malah menantang Liem Sian Tjie untuk menggugat ke pengadilan dan membuktikan kepemilikan tanah.

"Katanya silakan gugat. Kalau kamu menang saya akan ganti tanahmu. Dan ternyata menang sampai putusan PK (peninjauan kembali). Sudah inkrah bukan diganti, pengembang malah kabur," ujar Yunus.

Yunus mengatakan, PT SMP pernah memiliki kantor pemasaran di bagian depan Perumahan Green Village. Namun sejak 2016 atau ketika proses hukum sedang berjalan, sambung dia, kantor pemasaran itu sudah tutup. Kini, di bekas kantor itu malah disewakan menjadi minimarket. "Dulu di sini pengembang pernah bukan kantor pemasaran. Sejak 2016 sudah tidak ada, sekarang jadi Indomart," katanya.

Yunus menyebut, Perumahan Green Village terdiri 70 unit rumah. Meski begitu, hanya sekitar 10 unit rumah yang terdampak putusan eksekusi pengadilan. Ada satu rumah paling terdampak dari putusan itu karena unitnya sebagian harus dibongkar lantaran berdiri di tanah milik Liem Sian Tjie. Adapun unit lainnya sudah tidak memiliki halaman karena jalan di depan yang dibangun pengembang berstatus sah milik orang lain.

Kejanggalan fasilitas kredit...

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 

Ikuti Berita Republika Lainnya