REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Arab Saudi dan Turki mencoba memediasi kesepakataan pemulangan anak-anak Ukraina dari Rusia. Mereka diambil pihak Rusia kemudian menempatkannya di penampungan anak atau diadopsi oleh keluarga di Rusia.
Surat kabar Financial Times (FT), Selasa (18/7/2023) yang mengutip empat sumber yang mengetahui pembicaraan itu melaporkan, pembicaraan berlangsung dalam beberapa bulan. Mantan pemilik klub sepak bola Chelsea, Roman Abramovich dilibatkan dalam proses mediasi itu.
Laporan FT menyebutkan, para pejabat Kiev dan Moskow masing-masing mengisi daftar anak-anak yang dibawa ke Rusia sejak invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada 2022. ''Ini bagian dari proses pemulangan anak-anak tersebut dan kelak dikembalikan ke keluarga masing-masing,'' demikian laporan tersebut.
Daria Herasymchuk, penasihat Presiden Volodymyr Zelenskyy dan komisioner rehabilitasi dan hak anak menolak berkomentar mengenai laporan proses mediasi pemulangan tersebut. Zelenskyy kerap meminta bantuan pemimpin asing membantu membawa pulang anak Ukraina.
Pejabat Rusia maupun Turki belum merespons laporan adanya mediasi pemulangan anak-anak Ukraina itu. Sedangkan pejabat Saudi tak memberikan komentar mengenai hal ini.
Kiev memperkirakan hampir 19.500 anak Ukraina dibawa ke Rusia atau Krimea, wilayah yang diduduki Rusia sejak invasi tahun lalu. Kiev menyebutnya sebagai deportasi ilegal. Hingga saat ini, data resmi Pemerintah Ukraina baru 385 anak yang direpatriasi.
Moskow yang menguasai sebagian besar wilayah timur dan selatan Ukraina, menolak istilah menculik anak-anak Ukraina tersebut. Mereka berdalih memindahkan anak-anak itu dari Ukraina ke Rusia demi keselamatan anak-anak itu sendiri.
Pada Juni lalu, jaksa Ukraina mengeluarkan tuntutan politisi Rusia dan dua terduga kolaborator sebagai penjahat perang. Mereka dianggap terlibat deportasi puluhan yatim piatu dari Kherson, kota di wilayah selatan Ukraina.
Langkah jaksa Ukraina menyusul kerja sama investasi mengenai kasus ini dengan International Criminal Court (ICC) yang berbasis di Den Haag, Belanda. Maret lalu ICC yang merupakan pengadilan permanen kejahatan perang dunia, mengeluarkan surat perintah penahanan.
Surat ini ditujukan pada Presiden Rusia Vladimir Putin dan komisioner hak-hak anak Rusia, Maria Lvova-Belova dengan tuduhan penculikan anak-anak dari Ukraina. Rusia menolak tuduhan itu, tak mengakui yurisdiksi ICC. ''Surat perintah penahanan itu, tidak sah dan batal,'' ujar pernyataan Pemerintah Rusia.