Rabu 19 Jul 2023 11:02 WIB

Joe Biden Terima Kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog di Gedung Putih

Biden dan Herzog terakhir kali bertemu di Gedung Putih pada Oktober tahun lalu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Joe Biden bereaksi saat dia berdiri dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden Joe Biden bereaksi saat dia berdiri dengan Presiden Israel Isaac Herzog.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menerima kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog di Gedung Putih, Washington, Selasa (18/7/2023). Kunjungan Herzog ke AS terjadi saat hubungan pemerintahan Biden dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tak terjalin terlalu hangat.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Oval Office, Biden dan Herzog membahas sejumlah isu. Biden mengungkapkan, komitmen AS terhadap Israel tegas dan kuat.

Baca Juga

Menurut Biden, Washington dan Tel Aviv telah bekerja sama untuk membawa lebih banyak stabilitas serta integrasi ke Timur Tengah. “Banyak kerja keras. Kita mempunyai banyak hal untuk dilakukan, tapi ada kemajuan,” ucap Biden.

Sementara itu Herzog memandang Biden sebagai teman besar Israel. "Ada beberapa musuh kita yang kadang-kadang salah mengira fakta bahwa kita mungkin memiliki beberapa perbedaan yang memengaruhi ikatan kita yang tidak bisa dipecahkan," ujarnya.

Dalam keterangannya Gedung Putih mengungkapkan, Biden dan Herzog telah berkonsultasi tentang berbagai isu, termasuk perihal peningkatan koordinasi untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir serta tentang kemitraan pertahanan Iran-Rusia. Biden pun sempat membahas tentang isu Palestina. Dia mengulangi komitmennya untuk mempertahankan jalan menuju solusi dua negara.

Biden dan Herzog terakhir kali bertemu di Gedung Putih pada Oktober tahun lalu. Sementara itu sejumlah anggota parlemen AS telah menyatakan akan memboikot pidato Herzog di Kongres pada Rabu (19/7/2023).

“Pidato Presiden Israel Isaac Herzog datang atas nama pemerintahan sayap paling kanan dalam sejarah Israel. Pada saat pemerintah (Israel) secara terbuka berjanji 'menghancurkan' harapan warga Palestina atas sebuah negara- pada dasarnya menempatkan paku di peti mati perdamaian dan solusi dua negara,” kata anggota parlemen AS dari Partai Demokrat, Ilhan Omar, lewat akun Twitter-nya.

Anggota parlemen AS dari Partai Demokrat lainnya, Rashida Tlaib, juga menyatakan akan memboikot pidato Isaac Herzog. "Saya mendesak semua anggota Kongres yang mendukung hak asasi manusia untuk semua untuk bergabung dengan saya," katanya, dengan foto dirinya memegang tanda "boikot apartheid" di tangga Capitol.

Ilhan Omar dan Rashida Tlaib adalah dua perempuan Muslim pertama yang berhasil terpilih menjadi anggota parlemen AS. Tlaib diketahui merupakan keturunan Palestina. Anggota parlemen AS lainnya, Alexandria Ocasio-Cortez juga berencana memboikot pidato Herzog di Kongres.

Hal serupa disampaikan Jamaal Bowman, anggota parlemen AS dari Partai Demokrat. Dia mengatakan tidak akan hadir ketika Herzog berpidato. Dalam pernyataannya Bowman mengutip “kekhawatiran bahwa tidak ada rasa urgensi untuk memastikan keselamatan dan keamanan semua orang Israel dan Palestina di wilayah itu dan akhirnya mencapai solusi dua negara".

Hubungan AS dan Israel tak lagi terjalin hangat, bahkan cenderung diselimuti suasana ketegangan. Alasan di balik terjadinya hal itu adalah langkah Israel yang terus memperluas permukiman ilegalnya di Tepi Barat serta upaya pemerintahan Benjamin Netanyahu melakukan perombakan sistem yudisial.

Ratusan ribu warga Israel diketahui turut menolak rencana Netanyahu merombak sistem yudisial Israel. Mereka turun ke jalan dan menggelar demonstrasi setidaknya selama tiga bulan. Sama seperti jutaan warga Israel, Biden menyuarakan penentangan atas inisiatif perombakan tersebut.

“Dari rasa tanggung jawab nasional, dari keinginan untuk mencegah perpecahan di antara rakyat kita, saya telah memutuskan untuk menghentikan pembacaan kedua dan ketiga dari RUU tersebut,” kata Netanyahu dalam pidatonya pada 27 Maret 2023 lalu saat mengumumkan penundaan RUU perombakan sistem yudisial Israel.

Netanyahu mengaku ingin menghindarkan Israel dari perang saudara akibat pergolakan yang timbul dari upaya mereformasi sistem yudisial. “Ketika ada kesempatan untuk menghentikan perang saudara melalui dialog, saya sebagai perdana menteri meluangkan waktu untuk berdialog. Saya memberikan kesempatan nyata untuk dialog nyata,” ucapnya.

Kendati demikian, Netanyahu tetap bertekad mendorong pengesahan RUU reformasi sistem yudisial. “Kami mendukung kebutuhan untuk melakukan perubahan yang diperlukan pada sistem hukum dan kami akan memberikan kesempatan untuk mencapainya melalui konsensus yang luas,” ujarnya.

Lewat RUU yang diusulkan, pemerintahan Netanyahu bakal memiliki wewenang dalam menunjuk hakim negara. Selain itu, RUU akan memberi kekuatan pada parlemen untuk membatalkan keputusan Mahkamah Agung serta membatasi kemampuan pengadilan meninjau undang-undang. Saat ini parlemen Israel dikuasai oleh partai Netanyahu, Likud, dan koalisinya.

Publik Israel menilai, RUU tersebut akan menghancurkan sistem check and balances. Sebab kekuasaan dan kewenangan dipusatkan di tangan pemerintahan Netanyahu serta sekutunya di parlemen.

Mereka menilai, Netanyahu pun memiliki konflik kepentingan di balik pengajuan RUU. Sebab saat ini dia masih menghadapi kasus korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement