REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan yang menyebut perombakan kabinet atau reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kali ini adalah yang terburuk. Tegasnya, reshuffle dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan.
"Reshuffle dilakukan dengan kalkulasi yang saksama untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan Presiden Jokowi Maka tugas yang diberikan Presiden dalam menunjuk menteri itu sangat spesifik," ujar Hasto di iNews Tower, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Jokowi dipastikan melakukan berbagai pertimbangan dalam menunjuk pembantunya di Kabinet Indonesia Maju. Termasuk ketika memilih Ketua Projo, Budi Arie Setiadi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
"Sehingga ini bukan sekadar reshuffle, tapi memang melalui pertimbangan dari Bapak Presiden dan dikomunikasikan juga ke PDI Perjuangan," ujar Hasto.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, mengomentari pengisian jabatan menteri, wakil menteri (wamen), serta anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dia merasa, kali ini, adalah salah satu reshuffle terburuk yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Menjadi salah satu reshuffle dan peragaan politik terburuk Jokowi di ujung masa jabatannya," kata Hendardi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Dia menilai, Jokowi tidak mencari sosok kompeten dan berintegritas sebagai antitesis pejabat sebelumnya. Justru, kata Hendardi, Jokowi menunjuk sosok yang tidak punya kapasitas dan jejak rekam di bidang yang dibutuhkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Adapun Menkominfo dijabat Budi Arie Setiadi yang merupakan ketua umum relawan Pro Jokowi (Projo). Hendardi melihat, sosok pengisi jabatan baru itu merupakan orang dekat Jokowi yang jadi kepanjangan tangan mewujudkan kehendak pribadi dan kelompoknya.
Pejabat yang dilantik juga bukan representasi partai koalisi yang didiskusikan secara sehat. Maka itu, Hendardi menilai, reshuffle bukan ditujukan untuk memanfaatkan sisa waktu jalankan mandat membangun keadilan dan kesejahteraan rakyat. Tapi, lebih menyerupai konsolidasi kapital dan infrastruktur politik.
"Untuk pemilu sebagai jembatan kekuasaan bagi kelompok asuhan Jokowi, termasuk melindungi kepentingan politik keluarga Jokowi," ujar Hendardi.