REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China kembali mencatat rekor suhu tertinggi yang mencapai 52,2 derajat Celsius di salah satu kotanya, Kota Sanbao pada Ahad (16/7/2023) lalu. Negara tersebut sebelumnya berjuang melawan cuaca 50 derajat Celsius pada tahun 2015.
Media Pemerintah China, Xinjiang Daily mencatat suhu tertinggi di kota Sanbao di Depresi Turpan Xinjiang melonjak setinggi 52,2 derajat Celsius. Rekor panas diperkirakan akan bertahan setidaknya lima hari ke depan sejak Ahad akhir pekan lalu.
Suhu pada Ahad di kota tersebut memecahkan rekor sebelumnya 50,3 derajat Celsius, yang diukur pada tahun 2015 di dekat Ayding. Sejak April 2023, negara-negara di Asia telah dilanda beberapa putaran panas yang memecahkan rekor.
Kondisi ini pun memicu kekhawatiran tentang kemampuan negara-negara di Asia untuk beradaptasi dengan iklim yang berubah dengan cepat. Target menjaga pemanasan global jangka panjang dalam 1,5 derajat semakin jauh dari jangkauan.
Serangan suhu tinggi yang berkepanjangan di China telah menantang jaringan listrik dan tanaman. Adapun kekhawatiran meningkat tentang kemungkinan terulangnya kekeringan tahun lalu, yang paling parah dalam 60 tahun.
China memang tidak asing dengan perubahan suhu yang dramatis sepanjang musim, tetapi perubahan tersebut semakin meluas. Pada 22 Januari, suhu di Mohe, sebuah kota di timur laut provinsi Heilongjiang, anjlok hingga minus 53 C.
Angka tersebut menurut menurut biro cuaca setempat, memecahkan rekor terendah China sebelumnya yang minus 52,3 C pada tahun 1969. Sejak saat itu, hujan terberat dalam satu dekade melanda China tengah yang merusak ladang gandum di daerah yang dikenal sebagai lumbung negara.
Pekan ini, Amerika Serikat dan China ingin menghidupkan kembali upaya untuk memerangi pemanasan global. Pejabat utusan iklim khusus AS John Kerry di Beijing mengadakan pembicaraan dengan rekannya dari China Xie Zhenhua.