REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, memprediksi rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (20/7/2023). Penguatan rupiah disebut akibat pengaruh perkembangan ekspektasi bank sentral AS yang segera menghentikan kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi di AS.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, menguat 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp 14.985 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.997 per dolar AS.
"Potensi penguatan ke arah support di sekitar Rp 14.930-Rp 14.900 per dolar AS dengan potensi resisten di sekitar Rp 15.000 per dolar AS hari ini," ucap Ariston ketika dilansir Antara di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Saat ini, kata Ariston, posisi suku bunga acuan TheFed berkisar 5,00 persen-5,25 persen. Kalau Juli ini (suku bunga acuan) naik 25 basis poin, jadi 5,25-5,50 persen.
Dengan tren penurunan data inflasi AS yang terus mendekati kisaran target dua persen, ditambah sebagian data-data ekonomi AS yang lemah (berdasarkan survei CME Fedwatch Tool) sehingga dapat memicu inflasi, probabilitas Bank Sentral AS akan menahan suku bunga hingga akhir tahun meningkat sebesar 50 persen.
Sementara itu, keadaan dari dalam negeri, lanjut dia, rupiah masih didukung oleh surplus neraca perdagangan Juni 2023 yang melebihi ekspektasi. "Neraca perdagangan yang bulan ini rilis surplus 3,46 miliar dolar AS (dengan) ekspektasi surplus 1,35 miliar dolar AS," kata Ariston.