REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan, Iran dan Arab Saudi telah sepakat meningkatkan hubungan ekonomi meskipun masih ada ketidaksepakatan politik. Sejak perjanjian rekonsiliasi tercapai pada Maret lalu, Riyadh dan Teheran memang menunjukkan kemauan meningkatkan kerja sama lintas bidang.
“Kesepakatan dengan mitra Saudi saya (Menlu Pangeran Faisal bin Farhan) adalah bahwa pada tahap ini, kita harus memperkuat kerja sama komersial, ekonomi, dan investasi antara kedua negara meskipun memiliki pandangan politik yang berbeda di beberapa bidang,” kata Amirabdollahian dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi pemerintah Iran, dikutip Al Arabiya, Rabu (19/7/2023).
Dia menekankan, Iran menginginkan kerja sama ekonomi yang stabil dan mengarah pada kemakmuran bagi kedua negara. Menurutnya, upaya kolaboratif semacam itu akan membantu stabilitas proses pemulihan hubungan dengan Saudi.
Amirabdollahian mengungkapkan, duta besar Iran untuk Saudi akan bertolak ke Riyadh dalam beberapa hari mendatang. Iran diketahui telah membuka kembali kedutaan besarnya di Riyadh bulan lalu. Sementara pembukaan kembali kedutaan besar Saudi di Teheran belum diumumkan.
Pada 17 Juni 2023 lalu Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan melakukan lawatan resmi ke Iran. Selain bertemu Amirabdollahian, dia juga melakukan pembicaraan dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi. Dalam kunjungan itu, Pangeran Faisal membahas berbagai hal, termasuk hubungan perdagangan dan investasi bilateral.
Sementara itu, pada 6 Juni 2023 lalu, Iran akhirnya resmi membuka kembali kedutaan besarnya di Arab Saudi. Kantor misi diplomatik Iran di Saudi telah ditutup selama tujuh tahun menyusul perselisihan antara kedua negara. Untuk menandai peresmian, sebuah upacara digelar di area kompleks Kedutaan Besar (Kedubes) Iran di Riyadh. Puluhan pejabat dan diplomat berpartisipasi dalam acara tersebut, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Iran Alireza Begdali dan perwakilan Iran di Jeddah, Hassan Zarnagar.
Pada Maret lalu, Iran dan Arab Saudi berhasil mencapai kesepakatan rekonsiliasi. Cina berperan besar dalam memediasi kedua negara. Kesepakatan rekonsiliasi Iran-Saudi diberi nama Beijing Agreement. Hal itu karena proses pembicaraan berlangsung di Beijing.
Pulihnya hubungan Iran dengan Saudi dipandang positif dan dinilai akan membantu penyelesaian beberapa masalah di kawasan, terutama konflik Yaman. Dalam konflik Yaman, Saudi diketahui mendukung pasukan pemerintah. Sementara Iran menyokong kelompok pemberontak Houthi. Sejak rekonsiliasi tercapai, Riyadh dan Teheran berkomitmen untuk bekerja sama guna mengakhiri konflik Yaman yang telah berlangsung sejak 2014.
Saudi memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran pada 2016. Langkah itu diambil setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran digeruduk dan dibakar massa pengunjuk rasa. Penggerudukan itu terjadi saat warga Iran berdemonstrasi memprotes keputusan Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah bernama Nimr al-Nimr.