Jumat 21 Jul 2023 04:48 WIB

Standardisasi Keselamatan Angkutan Ferry di Indonesia di Atas Aturan Internasional

Indonesia mengacu konvensi SOLAS yang jauh di atas standar IMO.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Foto udara kapal Ferry berlayar di Selat Bali terlihat dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (11/4/2023).
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Foto udara kapal Ferry berlayar di Selat Bali terlihat dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (11/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Internasional Maritim Organization (IMO) memasukkan Indonesia ke dalam jajaran negara dengan keselamatan rendah bersama Bangladesh dan Filipina sebagai negara berkembang secara global. Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah tidak menilai aturan keselamatan angkutan ferry di bawah standardisasi seperti yang disampaikan IMO.

Menurut Bambang, parameter keselamatan yang disematkan IMO, bukanlah kesalahan dari perusahaan pelayaran yang tergabung dalam asosiasi terutama Gapasdap. Karena untuk keselamatan tersebut, sambung dia, Gapasdap sudah meratifikasi aturan International yaitu SOLAS (Safety Of Life At Sea).

Bambang menyebut, sekarang ini, ada regulasi nononvensi yang diadopsi oleh Indonesia, yang malah di atas dari aturan regulasi SOLAS alias mengacu kepada aturan Australia yang di atas aturan SOLAS. Dia juga menyinggung beberapa negara maju menggunakan aturan nonkonvensi yang di bawah SOLAS.

"Seperti misalnya Jepang dengan menggunakan Japanese Government, Kanada dengan Goverment of Canada dan Filipina dengan Marina Philipine Goverment untuk transportasi domestik lautnya. Sementara Indonesia mengacu pada aturan konvensi SOLAS dan bahkan nonkonvensi yang jauh di atas aturan SOLAS untuk aturan domestiknya," kata BHS sapaan akrabnya di Jakarta, Kamis (20/7/2023).

Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya tersebut, aturan konvensi juga telah dilakukan oleh perusahaan perusahaan pelayaran laut di bawah asosiasi INSA dan  PELRA. Dan semua kapal kapal dibawah asosiasi asosiasi tersebut telah terdaftar di IMO dan mengacu aturan SOLAS.

"Di luar anggota asosiasi asosiasi pelayaran tersebut, ternyata masih banyak kapal-kapal yang belum terdaftar di IMO sehingga mereka tidak menggunakan aturan SOLAS dan bahkan tidak dikelaskan di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) walaupun mereka berlayar di Indonesia, itulah yang sebenarnya keselamatannya yang di bawah standardisasi yang juga menjadi penilaian IMO," kata Bambang

Di Indonesia hanya ada 13 ribu kapal yang terdaftar di IMO sesuai dengan data UNCTAD 2022, termasuk di dalamnya semua kapal kapal ferry yang ada di Indonesia. Sedangkan jumlah kapal yang terdaftar di Kemenhub dan Kementerian KP ada 82 ribu kapal, termasuk 13 ribu kapal yang tercatat di IMO. Sedangkan sisanya lebih dari 60 ribu kapal tidak terdaftar di IMO.  

Bambang melanjutkan, demikian juga klasifikasi yang mengatur aturan keselamatan yaitu BKI hanya baru bisa mendaftarkan kapal di Indonesia yang jumlahnya sekitar 40 ribu unit. Termasuk di dalamnya adalah semua kapal ferry yang ada di Indonesia. 

"Inilah yang mengakibatkan penilaian IMO di Indonesia terhadap semua kapal kapal yang ada di Indonesia masuk dalam kategori penilaian yang rendah dari dunia international," ucap Bambang.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement