REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Pengadilan Turki telah menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark Rasmus Paludan. Hal itu berkaitan dengan aksi pembakaran Alquran yang dilakukan Paludan di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, pada Januari lalu.
Kantor berita Turki, Anadolu Agency, dalam laporannya pada Kamis (20/7/2023) mengungkapkan, investigasi yang diluncurkan oleh Kantor Kejaksaan Agung Ankara terhadap Paludan atas tuduhan "secara terbuka menghina nilai-nilai agama" sedang berlangsung. Sebagai bagian dari pemeriksaan, Kejaksaan Agung meminta penangkapan Paludan untuk mendapatkan keterangan terkait peristiwa pembakaran Alquran yang dilakukannya.
Pengadilan Kriminal Perdamaian ke-8 Ankara, setelah mengevaluasi permintaan tersebut, memutuskan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Paludan. Aksi pembakaran Alquran oleh Paludan telah terjadi beberapa kali. Aksi pertamanya berlangsung di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023 lalu. Sementara pembakaran Alquran kedua dan ketiga dilakukan Paludan di depan sebuah masjid serta Kedutaan Besar Turki di Kopenhagen, Denmark, 27 Januari 2023.
Keputusan Paludan membakar Alquran dilatari oleh sikap Turki yang tak kunjung memberi persetujuan atas permohonan aksesi Swedia ke Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Paludan sempat menyatakan akan terus membakar Alquran hingga Swedia dan Finlandia diterima sebagai anggota NATO.
Penolakan Turki atas masuknya Swedia dan Finlandia ke NATO terkait dengan kebijakan kedua negara atas kelompok milisi Kurdi, seperti Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Ankara menuding Swedia dan Finlandia tak mendukung upaya perlawanan terhadap PKK dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG). Turki telah menetapkan dua kelompok tersebut sebagai organisasi teroris.
Saat ini Finlandia telah resmi menjadi anggota ke-31 NATO berkat restu Turki. Ankara pun sudah memberi lampu hijau bagi Swedia untuk dapat bergabung dengan NATO. Namun Presiden Recep Tayyip Erdogan berharap keputusannya “dibalas” dengan menghidupkan kembali pembicaraan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa.
Turki telah menjadi kandidat resmi untuk bergabung dengan Uni Eropa sejak 2005. Namun proses pembicaraannya telah lama terhenti.