REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN--Di tengah upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang mendorong optimalisasi capaian pendapatan daerah, anggota DPRD setempat menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan pungutan retribusi parkir.
Pelanggaran pungutan retribusi parkir ini ditemukan Komisi C DPRD saat melakukan sidak di sepanjang jalan depan Pasar Projo Ambarawa, Kecamatam Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (20/7/2023) kemarin.
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, Wisnu Wahyudi, yang dikonfirmasi mengungkapkan beberapa pelanggaran itu, antara lain adanya indikasi pungutan liar (pungli) yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
Wisnu mencontohkan untuk pungutan parkir mobil yang ditarik sebesar Rp 4.000 oleh petugas parkir di depan Pasar Projo Ambarawa. Padahal menurut peraturan daerah untuk parkir mobil, pungutan tarifnya hanya Rp 2.000.
Legislator PDIP ini juga mendapat laporan dan keluhan terkait adanya pungutan 'uang lingkungan' yang besarannya tidak jauh berbeda dengan retribusi yang disetorkan kepada pihak Dinas Perhubungan (Dishub).
"Jadi kalau setoran dari parkir ke Dishub (misalnya) Rp 300 ribu, maka pungutan uang lingkungan yang disetorkan juga sama, namun per titik berbeda-beda," ungkap Wisnu, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (21/7/2023).
Pungutan uang lingkungan itu, lanjutnya disebutkan oleh petugas di lokasi mengalir kepada oknum tertentu. "Kita tidak menyebut itu preman, tapi bisa jadi merupakan oknum tertentu," jelasnya.
Atas temuan ini, Wisnu menegaskan akan meminta kepada pihak berwenang untuk menertibkan dugaan pungli ini. Sehingga masyarakat tidak dirugikan dan pendapatan daerah juga dapat dioptimalkan.
Lebih lanjut, ia menyampaikan tinjauan lapangan ini bertujuan untuk mengecek kinerja organisasi perangkat daerah (OPD) dalam mendukung optimalisasi pendapatan daerah.
Karena potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor parkir masih bisa ditingkatkan dari pemasukan sektor parkir di kawasan Pasar Projo yang saat ini masih atau hanya berkisar Rp 250 juta.
Ia berharap ada penertiban terkait dugaan pungutan liar ini, karena perdanya belum diubah. "Langkah ini untuk menekan kebocoran sekaligus adanya pihak tertentu yang mencari keuntungan pribadi," kata Wisnu.