REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Aliansi Korea Selatan dan negara sekutunya, termasuk Amerika Serikat (AS) akan menanggapi sangat serius jika akhirnya Korea Utara memutuskan penggunaan senjata nuklir untuk melawan aliansi Seoul. Kementerian Pertahanan Korea Selatan, pada Jumat (21/7/2023), menegaskan jika langkah nuklir itu diambil Pyongyang, maka itu akan menjadi akhir dari status negara Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) atau Korea Utara.
"Jika terjadi serangan nuklir Korea Utara terhadap aliansi Korea Selatan-AS, maka Pyongyang akan menghadapi balasan yang cepat, besar dan tegas dari aliansi tersebut, dan melalui hal ini, (kami) memperingatkan dengan tegas bahwa (serangan) tersebut akan mengakibatkan berakhirnya rezim Korea Utara," ujar kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan.
Peringatan tersebut muncul setelah Menteri Pertahanan Korea Utara Kang Sun-nam mengeluarkan pernyataan pada Kamis, (20/7/2023), yang mengatakan bahwa panggilan kapal selam nuklir AS di pelabuhan Busan, Korea Selatan, dapat menjadi syarat bagi Pyongyang untuk menggunakan senjata nuklir juga.
USS Kentucky, merupakan kapal selam rudal balistik nuklir yang berlabuh di pelabuhan Busan, Korea Selatan, pekan ini saat Kelompok Konsultasi Nuklir Korea Selatan-AS mengadakan pertemuan perdananya. Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dikabarkan sempat ikut naik ke dalam kapal selam itu.
Presiden AS Joe Biden dan mitranya dari Korea Selatan mengadopsi Deklarasi Washington pada bulan April, yang menetapkan langkah-langkah untuk menunjukkan kemampuan pencegahan. Langkah-langkah itu termasuk kunjungan rutin kapal selam rudal balistik nuklir AS, kapal induk, dan pesawat pengebom ke Korea Selatan.