Jumat 21 Jul 2023 22:54 WIB

Tak Cuma Oppenheimer, Film-Film Christopher Nolan Ini Juga 'Anti-CGI'

Film dengan CGI megah bukan berarti pasti disukai penonton.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan dalam film Oppenheimer. Tidak hanya di film Oppenheimer, Christopher Nolan juga terkenal sebagai anti-CGI di film-filmnya yang lain.
Foto: Dok Universal Pictures
Salah satu adegan dalam film Oppenheimer. Tidak hanya di film Oppenheimer, Christopher Nolan juga terkenal sebagai anti-CGI di film-filmnya yang lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara Christopher Nolan dikenal sebagai sutradara yang menggunakan efek praktis ketimbang computer-generated imagery (CGI) dan dia berkomitmen dengan hal itu. Pendekatan ini tertangkap di film besutan Nolan lainnya berjudul The Prestige.

Dilansir laman Collider, Kamis (20/7/2023), konflik utama antara pesulap Alfred Borden (Christian Bale) dan Robert Angier (Hugh Jackman) dalam The Prestige terletak pada rahasia trik Transported Man. Meskipun Borden memulai tindakan tersebut, Angier memutuskan untuk mencurinya setelah menyaksikannya sendiri.

Baca Juga

Pelajaran aksi The Transported Man dari The Prestige adalah bahwa tontonan yang paling sederhana dan paling praktis sekalipun dapat mengesankan penonton. Mungkin studio dan pembuat film bisa belajar dari The Prestige.

Musim panas ini secara khusus telah menunjukkan bagaimana film dengan anggaran terbesar tidak serta merta menarik banyak perhatian dari penonton. Film DC The Flash disebut-sebut oleh banyak orang, salah satunya Co-Chair DC Studios James Gunn, sebagai salah satu film buku komik terbaik sepanjang masa.

Faktanya, The Flash dianggap sebagai kegagalan finansial bagi Warner Bros. Kembalinya Harrison Ford di Indiana Jones dan Dial of Destiny juga mengecewakan Disney dan Lucasfilm. Kedua film ini sangat mengandalkan CGI dan efek khusus, dengan anggaran yang sangat besar. Namun hal mencolok itu tidak dapat menarik cukup banyak penonton bioskop untuk menonton.

Di sisi lain, Nolan memiliki karier yang sukses memperjuangkan efek praktis dalam blockbuster-nya. Film Batman Begins, The Dark Knight, dan The Dark Knight Rises  adalah produk yang memprioritaskan pembuatan film di lokasi, properti, dan teknologi fungsional, serta aksi yang difilmkan secara real-time daripada dihasilkan dalam pascaproduksi atau di layar hijau (green screen).

Di The Dark Knight, sutradara berusia 53 tahun benar-benar membalik sebuah truk di tengah pusat kota Chicago. Ada juga adehan di The Dark Knight di mana pesawat sungguhan ribuan kaki di udara difilmkan untuk adegan pembuka yang melibatkan pengenalan Bane.

Nolan terus menggunakan efek praktis dalam filmnya sebanyak mungkin, termasuk menabrakkan pesawat lain di Tenet. Perlu dicatat bahwa meskipun Tenet tidak bisa dibandingkan dengan box office film-film Nolan lainnya, film ini dirilis selama pandemi ketika bioskop tidak buka atau sangat terbatas.

Dengan film terbarunya, Oppenheimer, Nolan terus berpegang teguh pada komitmennya pada efek praktis. Oppenheimer tidak memiliki bidikan CGI. Nolan  memilih kehidupan nyata dan ledakan terkoordinasi untuk film tersebut.

Ledakan dapat dengan mudah dibuat menggunakan CGI, tetapi dengan audiens yang baru-baru ini menunjukkan bahwa efek yang dihasilkan komputer tidak cukup menarik saat ini, efek praktis mungkin lebih menarik. Mission: Impossible-Dead Reckoning Part One tentu saja mengungguli blockbuster sebelumnya, The Flash, dan Indiana Jones 5 dalam hal angka pekan pembukaan, yang sangat berkaitan dengan aksi nyata menantang maut Tom Cruise. Nolan dan Cruise mencapai tontonan yang mengesankan tanpa CGI yang meluap-luap. Sama seperti Alfred Borden dari The Prestige, mereka tahu bahwa terkadang sederhana dan praktis bekerja dengan baik, atau bahkan lebih baik daripada, efek khusus yang paling mencolok.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement