Sabtu 22 Jul 2023 07:54 WIB

Tahun Baru Hijriyah, Umat Islam Didorong Pahami Tiga Makna Semangat Hijrah

Banyak peristiwa monumental yang terjadi pada bulan Muharram.

Ilustrasi peristiwa hijrah.
Foto: republika.co.id
Ilustrasi peristiwa hijrah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun baru Hijriyah sudah selayaknya umat Islam menyambutnya dengan semangat baru. Tahun baru Hijriyah yang identik dengan proses perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah menuju Madinah, merupakan pengingat bagi umat Islam agar selalu berproses meningkatkan kualitas diri.

Hijrahnya Nabi Muhammad SAW menuju Madinah membawa perubahan positif terhadap kehidupan kaum Muhajirin sebagai pendatang dan kaum Anshar sebagai penolong mereka. Dengan berhijrah, Nabi Muhammad bisa membangun masyarakat yang beradab dan toleran, walaupun di Madinah sendiri terdapat berbagai suku, agama, dan golongan.

Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Ngatawi Al-Zastrouw menjelaskan bahwa makna hijrah adalah konsistensi pada perjuangan yang menghargai proses.

Ia menerangkan, banyak peristiwa monumental yang terjadi pada bulan Muharram. Salah satunya adalah perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Banyaknya peristiwa besar dalam ajaran Islam yang terjadi pada bulan Muharram membuat para sahabat nabi dan ulama bersepakat, terutama Sayyidina Umar bin Khattab, bahwa tahun baru Hijriah dimulai pada 1 Muharram.

"Semangat berhijrah selayaknya dilakukan dengan tidak melakukan perlawanan frontal hingga merusak tatanan sosial yang ada. Segala perjuangan itu harus dilakukan dengan cara yang baik, strategis, dan melalui perhitungan-perhitungan yang matang, baik perhitungan rasional, material, maupun situasional. Jangan karena mau hijrah, terus kemudian menabrak lingkungan, aturan, hukum alam, hukum sosial, atau norma yang berlaku. Hal seperti itu tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad," katanya beberapa waktu lalu.

Dirinya menyebutkan, ada tiga makna dari semangat hijrah. Pertama adalah bahwa perjuangan itu harus dilakukan dengan menanggung risiko, baik fisik maupun non-fisik. Kedua, perjuangan itu harus melalui proses, baik proses sosial maupun kultural. Ketiga, perjuangan itu membutuhkan konsistensi dan komitmen, karena tidak ada perjuangan yang instan

Ia pun mengomentari fenomena 'Hijrah Milenial' yang sempat booming beberapa tahun lalu di media sosial. Seharusnya, hijrah milenial dalam scope format atau bentuk itu sangat relevan dengan realita saat ini. Pada praktiknya, tidak semua aktualisasinya atau pengamalannya itu sesuai dengan keadaan. Sangat disayangkan jika semangat berhijrah ini hanya diartikan sempit pada lingkup ritual dan simbol keagamaan semata.

"Bahwa dalam agama ada simbol, mekanisme, dan ritual tertentu, iya. Tetapi sikap hijrah yang kemudian hanya berpaku kepada hal-hal yang sifatnya simbolik formal, ini yang membuat agama menjadi alat segregasi sosial. Sebagai contoh, jika ada yang tidak sesuai dengan simbol atau pemikirannya, akhirnya dikucilkan atas nama hijrah millenial ini yang tidak sesuai," kata Ngatawi.

Budayawan yang juga aktif sebagai Dosen Pasca Sarjana di Sekolah Tinggi Agama islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta ini pun menambahkan, proses hijrah yang didasari oleh semangat positif, sebenarnya bisa saja dilakukan dengan cara yang menyenangkan.

"Beberapa komunitas anak muda juga ada yang memakai tagline Hijrah Milenial seperti yang dilakukan oleh teman-teman KOMUJI (Komunitas Musisi Ngaji-Red) misalnya. Hanan Attaki juga ketika baru-baru ini dia berkumpul dengan ulama-ulama NU, dia menyadari bahwa ajaran dan spirit agama bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih fungsional dan menyenangkan, tanpa mengabaikan simbolisme dan ritualisme agama," kata Ngatawi.

Ngatawi menegaskan, gerakan Hijrah Millenial itu akan menjadi kontekstual dengan realitas yang ada sekarang, selama dia bisa menghayati dan memahami persoalan-persoalan khilafiyah (perbedaan tafsir) yang ada di dalam Islam. Setelah itu, bisa mendudukan persoalan secara tepat, sehingga bisa membawa manfaat yang lebih luas. "Harapannya, orang yang mengaku telah berhijrah bisa menampilkan sikap beragama yang lebih inklusif, toleran, moderat dan maslahah," terangnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement