REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sehubungan dengan adanya perkembangan dinamika tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum di kalangan pelajar/mahasiswa Indonesia di Mesir, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo mengecam aksi tersebut.
Melalui surat pernyataan resmi yang diterima Republika, Sabtu (22/7/2023), KBRI Kairo menyampaikan rasa keprihatinan yang sangat mendalam atas terjadinya aksi kekerasan fisik dan verbal pascaturnamen futsal Cordoba Cup yang melibatkan oknum pelajar/mahasiswa Indonesia dari berbagai kekeluargaan.
Turnamen tersebut juga diikuti mahasiswa dari KSW (Kelompok Studi Walisongo asal Jateng dan DIY) dan KKS (Kerukunan Keluarga Sulawesi) di daerah Gamaleya, Kairo, Mesir.
"KBRI Kairo telah menyampaikan kecaman keras atas tindakan kekerasan yang terjadi dalam segala bentuknya dengan alasan apapun," bunyi surat pernyataan resmi.
KBRI Kairo mengklaim telah berusaha sejak awal melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terlibat untuk mencari jalan keluar melalui cara musyawarah sekaligus menempuh penyelesaian melalui proses hukum.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan KBRI Kairo dengan jalan musyawarah antara lain sebagai berikut.
• Menemui berbagai pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama yang juga melibatkan perwakilan organisasi Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir agar tetap menjaga kondusivitas di lingkungan para pelajar mahasiswa Indonesia di Mesir dan dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara damai.
Hal ini penting diupayakan untuk mencegah akibat yang lebih besar yang berpotensi merugikan semua pihak, termasuk kepentingan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir secara keseluruhan.
• Mempertemukan perwakilan korban dan pelaku dari masing-masing dua ikatan kekeluargaan (KSW dan KKS) dan perwakilan PPMI yang menghasilkan kesepakatan agar suasana kondusif tetap terjaga. Namun, perkembangan selanjutnya, terdapat laporan korban kekerasan yang juga dialami sebelumnya oleh anggota kekeluargaan lainnya dengan pelaku oknum dari kekeluargaan yang sama.
Kesepakatan tersebut dinilai tidak akan menyelesaikan masalah dan dianggap tidak menghasilkan efek jera bagi pelaku dalam upaya memutus mata rantai kekerasan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir. Mereka menekankan perlunya penyelesaian masalah melalui jalur hukum.