REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Selama tiga tahun terakhir, sejumlah petani di Desa Tanjungpura, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengembangkan budi daya selada secara hidroponik. Budi daya selada ini dilakukan di lahan sawah tadah hujan.
Menurut Kepala Desa Tanjungpura, Ujang Hartono, budi daya selada secara hidroponik dimulai setelah adanya program pemberdayaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) Tasikmalaya dan LAZ Al Azhar kepada para petani.
“Awalnya kami coba semi-green house, pakai bambu. Awalnya dicemooh karena orientasi masyarakat secara budaya itu menanam padi,” kata Ujang, Ahad (23/7/2023).
Namun, sejumlah petani tetap berupaya membudidayakan selada secara konsisten. Secara perlahan, budi daya selada itu membuahkan hasil. Hal itu menarik minat petani lainnya untuk ikut menanam selada.
Ujang mengatakan, dari semula hanya lima orang yang menanam selada di Desa Tanjungpura, kini sudah ada sekitar 100 orang yang tergabung dalam kelompok.
Para petani diajak bergabung dalam satu kelompok agar daya tawar mereka di pasar lebih tinggi. Peran kelompok adalah untuk menampung hasil panen para petani selada.
Hasil panen
Area budi daya selada di Desa Tanjungpura kini disebut sudah mencapai sekitar tiga hektare, dengan total sekitar 150 ribu lubang untuk tanaman. Dalam seharinya, menurut Ujang, para petani selada di Desa Tanjungpura dapat menghasilkan tiga-empat kuintal selada.
Setiap kilogram selada yang dihasilkan para petani disebut dihargai Rp 10 ribu. Harga itu disebut sudah memberikan keuntungan sekitar Rp 6.000 per kilogram kepada para petani.
Ujang mengatakan, para petani ini dibuatkan jadwal tanam selada agar dapat memenuhi kebutuhan pasar. “Jadi, sekarang kami buat jadwal agar kebutuhan per hari selalu ada. Artinya, semua yang bergabung harus ikut pemetaan jadwal tanam. Jadi, pas panen akurat untuk kebutuhan pasar,” kata Ujang.