REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Garut AKBP Rohman Yonky menyatakan siap memberantas keberadaan geng motor yang berulah dan berperilaku arogan sehingga mengganggu kenyamanan dan keselamatan masyarakat di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Kami Polres Garut menyatakan perang kepada oknum geng motor yang melakukan perilaku arogan dan membuat situasi menjadi tidak nyaman untuk masyarakat," kata Kapolres Garut saat jumpa pers pengungkapan kasus aksi geng motor arogan dan meresahkan masyarakat di Markas Polres Garut, Senin (24/7/2023).
Ia menuturkan Polres Garut terus berupaya menjaga keamanan, ketertiban, dan kenyamanan masyarakat, dengan melakukan patroli dan bergerak cepat apabila ada laporan aksi geng motor yang meresahkan masyarakat.
Ia menegaskan kepada siapapun, khususnya geng motor untuk tidak melakukan aksi yang melanggar hukum. Jika melakukannya, maka kepolisian akan menindak tegas dan memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Jangan main-main dengan negara. Apabila berani mencoba mengganggu dan meresahkan masyarakat Kabupaten Garut, kami tidak akan ragu menindak tegas," kata Yonky.
Ia menyampaikan aksi geng motor di Garut sudah tidak bisa ditoleransi. Aksi kekerasan yang terjadi di Jalan Guntur, Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota. Saat itu terjadi pengeroyokan terhadap pengendara sepeda motor.
Adanya aksi geng motor itu, kata Kapolres, jajarannya berhasil mengetahui identitas pelaku sebanyak dua orang, satu orang berhasil diamankan, dan satu lagi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres Garut.
"Kasus pengeroyokan yang dilakukan geng motor ini terjadi beberapa waktu lalu, salah satu pelaku berinisial S hingga kini masih dinyatakan buron, sementara seorang lainnya AK sudah kami amankan," katanya.
Dalam kasus tersebut, polisi mengamankan barang bukti berupa senjata tajam berupa golok, jaket bertuliskan Sexy Road XTC, sepasang sepatu warna abu hitam, dan sejumlah barang lainnya.
Akibat perbuatannya itu, tersangka mendekam di Rumah Tahanan Polres Garut untuk menjalani proses hukum lebih lanjut dan dijerat Pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.