Senin 24 Jul 2023 23:01 WIB

Airlangga Diperiksa 12 Jam Soal Peran dan Tanggung Jawab Mengatasi Kelangkaan Migor

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto diperiksa soal cara mengatasi kelangkaan migor.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami peran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan penanggulangan kelangkaan minyak goreng di Indonesia periode 2021-2022. Tim penyidik juga mendalami peran sentral menteri rangkap Ketua Umum Partai Golkar tersebut, menyangkut kebijakan pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) yang menjadi sebab terjadinya kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi minyak goreng di dalam negeri.

Rangkaian pendalaman tersebut, penyidik lakukan terhadap Airlangga, Senin (24/7/2023). Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa Airlangga selama 12 jam sebagai saksi dalam lanjutan penyidikan korupsi pemberian izin ekspor CPO di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Baca Juga

Airlangga dijejali sebanyak 46 pertanyaan seputar peran, fungsi, dan jabatannya dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. Serta perannya dalam pemberian izin ekspor CPO untuk tiga tersangka korporasi Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, pemeriksaan terhadap Airlangga merupakan pengembangan dari putusan hukum yang inkrah atas lima terpidana perorangan yang sudah divonis bersalah.

“Dalam rangka untuk membuat terang suatu peristiwa pidana, maka kami memandang perlu untuk memeriksa Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian, khususnya terkait dengan tugas dan tanggung jawab beliau dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng, dan pemberian fasilitas ekspor CPO yang terbukti telah menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar Kuntadi di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Senin (24/7/2023) malam.

Kuntadi menolak membeberkan materi penting apa saja yang ada dalam daftar 46 pertanyaan saat pemeriksaan Airlangga. Akan tetapi, dikatakan Kuntadi, tentu saja, tim penyidikannya menanyakan kepada Airlangga seputar kaitannya dengan fakta-fakta hukum tetap dari hasil persidangan enam terpidana perorangan yang sudah dinyatakan inkrah bersalah dalam korupsi penyebab kelangkaan minyak goreng itu.

“Tentunya 46 pertanyaan ini sangat teknis sekali dalam penyidikan sehingga kami tidak bisa menyampaikan. Namun inti dari pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari menteri perekonomian dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng, dan peran apa dalam pemberian fasilitas ekspor CPO serta turunannya itu,” kata Kuntadi.

Kasus korupsi pemberian izin ekspor CPO oleh Kemendag ini, dinyatakan oleh pengadilan sebagai sebab terjadinya krisis dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia pada 2021-2022. Kelangkaan tersebut membuat harga minyak goreng di Tanah Air melambung tinggi.

Sehingga pemerintah harus menggelontorkan subsidi setotal Rp 6,47 triliun yang dinyatakan oleh pengadilan, sebagai kerugian negara dalam mengatasi pelambungan harga tinggi minyak goreng di dalam negeri. Enam nama yang diseret ke pengadilan sudah inkrah dinyatakan bersalah, dan dihukum penjara.

Di antaranya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana dihukum 3 tahun penjara. Selanjutnya adalah anggota tim asistensi Kementerian Koordinator Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei yang dihukum 7 tahun penjara. Sedangkan yang lainnya adalah para terpidana dari pihak swasta, yakni Pierre Togar Sitanggang, general manager Musim Mas dipenjara 6 tahun. Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. Terakhir terdakwa Stanley MA, selaku manager corporate Permata Hijau Group dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. 

Namun terhadap para terpidana itu, hakim di tingkat Mahkamah Agung (MA) tak membebankan pengembalian kerugian negara. Karena menurut hakim kerugian negara tersebut disebabkan oleh kebijakan korporasi.

Karena itu, mahkamah membebankan penggantian kerugian negara senilai Rp 6,47 triliun kepada tiga korporasi yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka. Yakni Wilmar Group, dan Musim Mas Group, serta Permata Hijau Group. Airlangga Hartarto usai menjalani pemeriksaan meyakinkan dirinya sudah memberikan kesaksian yang terang dihadapan penyidik. 

“Saya sudah hadir di sini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penyidik yang sudah disampaikan kepada saya. Dan saya sudah menyampaikan jawaban saya dengan sebaik-baiknya,” kata Airlangga usai pemeriksaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement