REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Rusia menuduh Ukraina melakukan aksi terorisme atas serangan dua drone yang merusak sejumlah gedung di Moskow, termasuk satu gedung dekat Kantor Pusat Kementerian Pertahanan Rusia. Serangan ini digelar satu hari setelah Ukraina berjanji membalas serangan di Odesa.
Tidak ada laporan korban luka dalam serangan tersebut, tapi salah satu targetnya, dekat dengan gedung tempat militer Rusia menggelar rapat yang disebut "operasi militer khusus" di Ukraina. Serangan ini menjadi pukulan simbolis dan menunjukkan jangkuan drone-drone tersebut.
Jalanan dekat lokasi serangan ditutup, jendela-jendala di dua lantai teratas gedung yang terkena tembakan drone kedua di distrik Moskow lainnya meledak. Pecahan kaca berserakan di tanah.
"Saya sedang tidur dan terbangun oleh ledakan, semuanya mulai berguncang," kata Polina, perempuan yang tinggal didekat target tembakan, Senin (24/7/2023).
Kremlin mencatat drone itu sudah "dinetralisir" dan berjanji untuk melanjutkan operasi di Ukraina dan memastikan semua tujuan di Ukraina.
Serangan drone itu tidak menelan korban jiwa atau luka. Tapi serangan ke Kremlin kedua sejak bulan Mei.
Kementerian Pertahanan Rusia sekitar 17 drone juga diluncurkan ke Crimea yang Rusia aneksasi pada tahun 2014 lalu. Kementerian mengatakan drone-drone itu dijatuhkan peralatan anti-drone dan pertahanan udara Rusia. Pejabat Crimea yang ditempatkan Rusia mengatakan serangan tersebut mengenai gudang amunisi dan merusak sebuah gedung pemukiman.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskky yang jarang membahas serangan di dalam atau di wilayah yang dikuasai Rusia pada Ahad (23/7/2023) kemarin ia berjanji untuk membalas "serangan teroris Rusia ke Odesa."
Ia merujuk serangan rudal Rusia terhadap target-target di kota pelabuhan tersebut. Moskow mengatakan serangan itu merupakan serangan balasan atas serangan Ukraina pekan lalu pada Jembatan Crimea yang menewaskan orang tua seorang anak perempuan berusia 14 tahun.