Selasa 25 Jul 2023 12:08 WIB

Kejagung Tetapkan 2 Pejabat ESDM Tersangka Korupsi Tambang Nikel

Kejaksaan Agung menetapkan dua pejabat ESDM jadi tersangka korupsi tambang nikel.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Pejabat Kementerian ESDM, EVT yang ditetapkan menjadi tersangka di Kejaksaan Agung.
Foto: Kejaksaan Agung
Pejabat Kementerian ESDM, EVT yang ditetapkan menjadi tersangka di Kejaksaan Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dua pejabat dari Kementerian Enerji dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM), SM dan EVT ditetapkan sebagai tersangka dalam lanjutan penyidikan korupsi pertambangan nikel PT Aneka Tambang (ANTAM) di Sulawesi Tenggara (Sultra). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan, SM ditetapkan tersangka selaku kepala Geologi Kemen ESDM dan EVT ditetapkan tersangka terkait perannya selaku evaluator kerja dan anggaran biaya Kementerian ESDM.

Kedua tersangka, SM dan EVT diumumkan ke publik pada Senin (24/7/2023). Ketut menerangkan, setelah ditetapkan tersangka, SM dan EVT pun dilakan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejakgung, di Jakarta. “SM dan EVT ditetapkan tersangka atas perannya dalam memproses penerbitan rencana kerja anggaran biaya (RKAB) dalam perkara tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel PT ANTAM di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara,” kata Ketut, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga

Ketut menjelaskan peran SM dan EVT dalam perkara tersebut. Dikatakan kedua tersangka itu adalah penyelenggara negara yang menerbitkan RKAB 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel untuk PT Kabaena Kromit Prtama. Keduanya juga menerbitkan RKAB tambahan juta ton lainnya untuk perusahaan pertambangan di kawasan Blok Mandiodo. Namun, diketahui RKAB tersebut, diterbitkan untuk perusahaan-perusahaan yang tak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah yang tak mengandung deposit atau cadangan ore nikel. 

Dalam penyidikan terungkap, kata Ketut, beberapa RKAB yang diterbitkan oleh SM dan EVT tersebut, adalah milik dan dalam pengelolaan induk PT Lawu Agung Mining (LAM). Sementara PT LAM sendiri, kata Ketut, melakukan aktivitas pertambangan di wilayah IUP PT ANTAM. Dan dalam aktivitas pertambangan LAM di wilayah ANTAM tersebut melakukan penjualan ore nikel melalui PT Kabaena Promit Pratama dan beberapa perusahaan lainnya. “Yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ore nikel milik negara melalui PT ANTAM dinikmati hasilnya oleh pemilik PT LAM, PT Kabaena Kromit Pratama, dan pihak-pihak lainnya,” ujar Ketut.