REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Partai yang berkuasa dari Perdana Menteri Kamboja Hun Sen Cambodian People’s Party (CPP) mengklaim kemenangan telak dalam pemilihan umum pada Ahad (23/7/2023). Komite Pemilihan Nasional mengatakan, 84,6 persen pemilih yang memenuhi syarat telah memberikan suara.
Juru bicara CPP Sok Eysan mengatakan, partainya yakin telah meraih 78-80 persen suara dari total jumlah pemilih. Hun Sen pun sebelumnya menyatakan, CPP memenangkan 120 kursi dan partai royalis FUNCINPEC memenangkan lima kursi.
Pemimpin terlama di Asia itu terus mengkonsolidasikan kekuatan selama 38 tahun terakhir. Namun, pada usia 70 tahun, dia akan menyerahkan jabatan perdana menteri selama masa jabatan lima tahun mendatang kepada putra sulungnya Hun Manet. Serah terima aini mungkin paling cepat terjadi sebulan setelah pemilihan.
Hun Manet yang berusia 45 tahun adalah kepala tentara Kamboja. Dia adalah lulusan West Point dengan gelar master dari New York University dan gelar doktor dari Bristol University di Inggris. Dia adalah bagian dari perubahan generasi yang diharapkan dalam partai yang berkuasa yang berencana menempatkan pemimpin muda di sebagian besar posisi menteri.
Hun Sen pernah menjadi komandan tingkat menengah di komunis radikal Khmer Merah yang bertanggung jawab atas genosida pada 1970-an sebelum membelot ke Vietnam. Ketika Vietnam menggulingkan Khmer Merah dari kekuasaan pada 1979, dia dengan cepat menjadi anggota senior pemerintah Kamboja baru yang dilantik oleh Hanoi.
Sosok Hun Sen telah mempertahankan kekuasaan sebagai otokrat dalam kerangka demokrasi nominal. Cengkeraman partainya pada kekuasaan tersendat dalam pemilu 2013, oposisi Cambodian National Rescue Party (CNRP) memenangkan 44 persen suara populer dibandingkan 48 persen CPP.
Atas hasil tersebut, Hun Sen menanggapi dengan mengejar para pemimpin oposisi, terutama melalui pengadilan. Pemerintah akhirnya membubarkan partai tersebut setelah pemilihan lokal pada 2017 ketika kembali memiliki hasil yang cukup baik.
Menjelang pemilihan akhir pekan lalu, Candlelight Party yang merupakan penerus tidak resmi CNRP dan dilarang secara teknis untuk ikut serta dalam pemungutan suara oleh Komite Pemilihan Nasional. Padahal partai tersebut satu-satunya pesaing yang mampu menyaingi CPP.
Metode tersebut memicu kritik luas dari kelompok hak asasi. Asian Network for Free Elections, sebuah organisasi payung dari hampir 20 lembaga swadaya regional, mengatakan, bahwa Komite Pemilihan Nasional telah menunjukkan bias yang jelas terhadap CPP dalam melarang Candlelight Party.
“Diskualifikasi semacam itu semakin memperburuk lingkungan politik yang tidak seimbang dan tidak adil, menyisakan sedikit ruang bagi suara-suara oposisi untuk bersaing secara setara dengan partai yang berkuasa,” kata kelompok itu dalam pernyataan bersama.
Dengan tidak adanya Candlelight Party, 18 partai berpartisipasi dan hanya dua yang memenangkan kursi. FUNCINPEC adalah akronim Prancis untuk National Front for an Independent, Neutral and Cooperative Cambodia.
Partai ini didirikan pada 1981 oleh mendiang Raja Kamboja Norodom Sihanouk dan mengalahkan CPP dalam pemilihan umum yang diselenggarakan oleh PBB pada 1993. Namun putran raja, Norodom Ranariddh, akhirnya harus menyetujui perdana menteri samping dengan Hun Sen. Partai tersebut telah berkembang menjadi kekuatan oposisi yang jarang menantang tindakan partai yang berkuasa.