Selasa 25 Jul 2023 16:07 WIB

APBI: Kewajiban Simpan Devisa Ekspor Tambah Beban Eksportir

APBI menyatakan keberatannya atas kewajiban baru bagi eksportir untuk menyimpan DHE.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (5/1/2023).
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (5/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan keberatannya atas kewajiban baru bagi eksportir untuk menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri minimal 30 persen selama tiga bulan. Kewajiban itu dinilai bakal menyulitkan para eksportir untuk mengatur arus kas. 

“Aturan tersebut tentu akan menyulitkan eksportir dalam mengelola cash flow, terlebih margin yang didapatkan oleh para eksportir tidak mencapai 30 persen,” kata Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (25/7/2023). 

Baca Juga

Ia mengaku, dengan kondisi tersebut, modal kerja yang sudah dikeluarkan eksportir akan tertahan di tengah tren penurunan harga batu bara yang tajam sejak 2022 serta meningkatnya beban biaya operasional. Pandu memaparkan, biaya operasional penambang batu bara pada 2023 diperkirakan meningkat dengan rata-rata 20-25 persen akibat kenaikan biaya bahan bakar hingga stripping ratio yang semakin besar. Hal itu lantas menyebabkan biaya penambangan semakin tinggi. Selain itu, kenaikan beban biaya penambang juga semakin berat dengan telah dinaikkannya tarif royalti. 

Tercatat, tarif royalti pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik dari rentang tarif 3-7 persen menjadi 5-13 persen yang diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2022. Sementara bagi pemegang IUPK-Kelanjutan Operasi Produksi, tarif royalti tertinggi mencapai 28 persen seperti diatur dalam PP Nomor 15 Tahun 2022.

“Selain itu, perusahaan eksportir batu bara juga tidak dapat memaksimalkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas dalam dua tahun terakhir akibat masih lebarnya disparitas antara Harga Batubara Acuan (HBA) dengan harga jual aktual,” kata dia. 

Pandu menjelaskan, sejak awal 2022 lalu, lebarnya gap antara HBA dan harga jual aktual menyebabkan perusahaan membayar kewajiban pembayaran royalti menjadi jauh lebih besar. Dengan beban semakin tinggi sementara tren harga terus turun maka profit margin semakin tergerus jauh di bawah 30 persen sehingga berpengaruh terhadap modal usaha. 

“Hal ini menambah beban eksportir yang dituntut untuk melakukan dekarbonisasi di era transisi energi sementara pendanaan untuk proyek-proyek berbasis batu bara semakin sulit,” kata dia. 

Lebih lanjut, Pandu menegaskan, APBI mendukung upaya pemerintah dalam penguatan cadangan valuta asing nasional. “Namun, kami melihat penerbitan PP 36 Tahun 2023 yang mengatur kewajiban penempatan DHE SDA akan menambah beban perusahaan ditengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional,” ujarnya menambahkan. 

Pihaknya pun memohon agar pemerintah dapat membuka ruang untuk diskusi dengan pelaku usaha membahas peraturan pelaksanaan dari peraturan baru tersebut agar kewajiban penempatan DHE SDA dapat berlangsung dengan baik.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement