REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Founder Halal Corner Aisha Maharani menyebut masyarakat terkadang dibuat bingung ketika memilih produk halal. Terlebih, saat bertanya secara langsung ke produsen langsung, bisa jadi konsumen dibohongi atau ada informasi yang ditutupi.
"Suka bingung ya, kalau tanya-tanya kehalalan produk makanan, kosmetik, atau yang lainnya, yang Muslim konfirmasi ke produsen langsung," ujar Aisha dalam akun Instagram pribadinya, @aishamaharani, Selasa (25/7/2023).
Aisha menyebut klaim produsen halal tapi ternyata zonk. Selain belum tersertifikasi halal, produknya justru malah menggunakan bahan non halal.
Berikut ini tips mengenali klaim halal abal-abal yang biasa dilakukan produsen yang tidak bersertikasi halal.
1. Memasang kebijakan halal tapi tidak ada sertifikasi halal
Kebijakan halal adalah salah satu dari syarat rangkaian prosedur sertifikasi halal, namun itu bukan pengganti sertifikat halal.
2. Mengeluarkan sertifikasi training sistem jaminan halal
Sertifikat ini adalah sertifikat pelatihan bagi personal, bukan sertifikat halal produk.
"Awas jangan tertipu," ujar Aisha.
3. Mengeluarkan hasil analisis laboratorium
Hasil pengecekan produk dari laboratorium bukan sebagai pengganti sertifikat halal. Hasil lab hanya salah satu dokumen yang apabila diperlukan akan dicek oleh lembaga halal.
4. Mengeluarkan sertifikat salah satu atau beberapa bahan
Produk yang bersertifikasi halal tidak hanya salah satu atau beberapa bahan saja sertifikatnya, tapi keseluruhan bahan, menu dan atau outlet.
5. Sedang dalam proses
Bisa jadi memang dalam proses pengurusan sertifikat halal. Jika sedang dalam proses, maka akan punya nomor registrasi. Atau, bisa jadi belum didaftarkan. Statusnya belum termasuk produk yang sudah halal.
6. Sertifikat halal ada di manajemen atau kantor pusat
Faktanya, perusahaan yang sudah bersertifikat halal akan sangat mudah mengeluarkan copy sertifikat halalnya. Unsur traceability atau mudah ditelusuri adalah salah satu syarat yang harus dijalankan oleh perusahaan bersertifikasi halal.