REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Sektor Tegalsari Surabaya menangkap DA (43) yang merupakan warga asal Jalan Tempel Sukorejo karena melakukan tindak penipuan dengan modus "jasa jalur belakang" pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023.
Kepala Kepolisian Sektor Tegalsari Surabaya Kompol Imam Mustolih mengatakan aksi dari DA sudah memakan dua orang korban calon wali murid, yakni FA (36) dan FI (37).
"Kami sampaikan kasus ini terjadi di tanggal 8 Juni 2023 sampai 21 Juli 2023 dengan korban dua orang," kata Imam saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kepolisian Sektor Tegalsari, Selasa (25/7/2023).
Imam menyebut kejadian dugaan penipuan "jasa jalur belakang" itu bermula ketika korban FA meminta tolong kepada DA untuk membantu memasukkan anaknya ke SMP Negeri 10 dan SMK Negeri 12 Surabaya, tanpa melalui tahapan seleksi PPDB 2023. Hal itu terjadi pada 8 Juni 2023.
Kompol Imam mengatakan DA dan FA juga sudah kenal lama. Pelaku merupakan kakak kelas korban saat sama-sama menempuh pendidikan di bangku sekolah.
Kepada korban DA mengaku bahwa dirinya menjalani profesi sebagai sopir kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Ucapan itu yang kali pertama diutarakannya kepada FA.
FA pun percaya. Korban meminta bantuan DA untuk memasukkan anak-anaknya ke dua sekolah yang dituju. "Itu yang menjadi jalur untuk menjanjikan putra korban tanpa melalui jalur seleksi," ujarnya.
Setelah menyanggupi permintaan korbannya, DA kemudian meminta sejumlah uang dengan total Rp 11 juta. Uang yang diterima itu akan dijadikan sebagai 'bahan pelicin' untuk mengabulkan permintaan dari FA pada PPDB 2023.
"Rinciannya Rp 3 juta untuk ke SMP 10 Surabaya yang akan diserahkan kepada koordinator Dinas Pendidikan Surabaya, kemudian yang Rp 8 juta diserahkan kepada Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk bisa melancarkan untuk masuk ke SMK Negeri 2 Surabaya," ungkapnya.
Kemudian korban kedua, yakni FI. Dia meminta tolong kepada FA untuk dicarikan seseorang yang mampu meloloskan anak pada jalur PPDB jenjang SMA/SMK.
FI pun diperkenalkan dengan pelaku DA pada tanggal 5 Juli 2023, kemudian keduanya berkomunikasi untuk membicarakan syarat soal "jasa jalur belakang".
Sehari setelahnya, FI diminta oleh DA untuk menyetorkan uang senilai Rp 9 juta sebagai biaya untuk memperlancar keinginan korban. "Janjinya yang bersangkutan akan diserahkan kepada Koordinator Dinas Pendidikan," kata dia.
Namun, setelah pengumuman PPDB rampung keduanya tak kunjung mendapatkan kejelasan dari DA, akhirnya FA dan FI pada 21 Juli 2023 mendatangi terduga pelaku untuk menanyakan soal informasi soal PPDB itu.
Kedua korban meminta pertanggungjawaban kepada pelaku, sebab anak-anak mereka tidak diterima dua sekolah negeri itu.
"Janji tinggal janji, apa yang dijanjikan tidak terbukti dan tidak terealisasi. Kemudian para korban berkomunikasi dengan kami dan kami amankan saudara DA," ujarnya.
Berdasarkan keterangan dari petugas kepolisian uang yang disetorkan para korban tidak diserahkan kepada masing-masing koordinator di setiap sekolah.
Polisi mendapatkan barang bukti, yakni 18 lembar tangkapan layar kaca aplikasi pesan singkat antara DA dan FA, dua lembar mutasi rekening harian, dan tiga lembar rekening bank.
Kemudian, enam lembar tangkapan layar kaca percakapan aplikasi pesan singkat antara DA dan FI dan satu lembar bukti mutasi harian salah satu bank.
"Tindak pidana penipuan, sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 378 KUHP," tegasnya.
Sementara, pelaku DA mengaku total uang senilai Rp 20 juta yang didapatkan dari dua korban rencananya akan digunakan untuk biaya berobat orang tua dan memenuhi kebutuhan pribadi.
"Saya pakai uang-nya untuk biaya pengobatan orang tua dan sisanya untuk hidup sehari-hari," kata dia.