REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Bali, sebagai upaya Indonesia memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Sehingga secara bertahap, Indonesia tidak lagi mengekspor LNG atau gas alam cair.
"Iya (tidak diekspor), LNG Bali itu kita dukung dengan Pak Darmo (Dirut PT PLN) nanti kita kolaborasikan antara PLN dengan Pelindo membuat di sana," kata dia di Denpasar, Bali, Selasa (25/7/2023).
Luhut yang ditemui usai penandatanganan MoU program HEAL di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali itu menjelaskan dengan keberadaan Terminal LNG di Bali, ditambah keseluruhan yang ada Indonesia, maka gas alam yang dimiliki negara ini tergolong cukup. Bahkan, ia memperkirakan pada tahun 2032, Indonesia akan kelebihan gas alam cair.
Kelebihan ini akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebagai prioritasnya, karena selama ini yang terjadi justru dilakukan ekspor LNG namun akhirnya negara mengimpor LPG.
"Kita bikin saja semua di dalam negeri, kan nilai tambah itu, jadi lapangan kerja buat rakyat juga bertambah dan harganya bisa ditekan," ujar Luhut.
Untuk di Bali sendiri, lanjut Luhut, dengan nantinya berdiri Terminal LNG maka akan menekan pengeluaran, asalkan tidak mengganggu kawasan wisata.
Sebelumnya di Jakarta, Senin (24/7/2023) Luhut menyampaikan bahwa rencana pemerintah menghentikan ekspor LNG agar gas yang ada di dalam negeri dapat diolah terlebih dahulu. Namun, pemerintah tetap menghormati kontrak-kontrak yang masih berlangsung, sehingga larangan ekspor LNG hanya diberlakukan bagi kontrak baru.
"Jadi ini semua gas kita yang bisa kita downstreamdi industri kenapa musti diekspor? Kan kita selama ini ekspor LNG, kita impor lagi LPG, kenapa nggak kita buat dalam negeri? Tapi kita akan menghormati semua kontrak yang ada," ujarnya.