REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vice President Government Affairs and Public Policy Google APAC Michaela Browning buka suara perihal peraturan presiden (perpres) baru tentang jurnalisme. Dia mengaku khawatir rancangan tersebut berpotensi mengancam masa depan media di Indonesia.
"Sebagaimana yang telah kami sampaikan kepada Pemerintah Indonesia, kami khawatir bahwa, jika disahkan tanpa perubahan, rancangan terbaru Perpres tentang Jurnalisme Berkualitas yang tengah diusulkan saat ini tidak dapat dilaksanakan," kata Michaela dalam pernyataan resminya pada Selasa (25/7/2023) lalu.
Menurut Google APAC, peraturan ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik, bukannya malah membangun jurnalisme berkualitas. Hal itu dapat memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
Google pun menegaskan memiliki misi membuat informasi yang mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. "Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung mempengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia," ujarnya.
Google merasa hal itu berimbas pada upaya mereka dalam mendukung industri berita di Indonesia. Michaela mengatakan, timnya akan terpaksa harus mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan serta bagaimana mengoperasikan produk berita di negara ini.
Sejak rancangan perpres tersebut pertama kali diusulkan pada 2021, Google dan YouTube telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers. Kerja sama itu untuk memberikan masukan seputar aspek teknis pemberlakuan peraturan tersebut.
Kemudian untuk menyempurnakannya agar sesuai dengan kepentingan penerbit berita, platform, dan masyarakat umum. Google pun dikatakan sudah berdiskusi dengan pemerintah, terutama selama proses harmonisasi. Meski pun begitu, rancangan yang diajukan masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas.
"Kami percaya bahwa penting bagi pengguna, kreator, dan rekan penerbit berita kami untuk harus memahami bahwa jika disahkan dalam versinya yang sekarang, Perpres Jurnalisme Berkualitas akan membatasi berita yang tersedia online dan mengancam eksistensi media dan kreator berita," kata Michaela.
Dia menjelaskan bahwa membatasi berita yang tersedia online berarti peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita. Kemudian membatasi kemampuan Google untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit kecil di bahwa naungan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Masyarakat Indonesia yang ingin tahu berbagai sudut pandang pun akan dirugikan. Karena mereka akan menemukan informasi yang mungkin kurang netral dan kurang relevan di internet.
Di sisi lain, dalam hal mengancam eksistensi media dan kreator berita, Google menilai media adalah sumber informasi utama bagi masyarakat Indonesia. Sedangkan tujuan awal peraturan ini adalah membangun industri berita yang sehat.
Hanya saja versi peraturan yang terakhir diusulkan malah mungkin berdampak buruk bagi banyak penerbit dan kreator berita yang sedang bertransformasi dan berinovasi.
"Kekuasaan baru yang diberikan kepada sebuah lembaga nonpemerintah, yang dibentuk oleh dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers, hanya akan menguntungkan sejumlah penerbit berita tradisional saja dengan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform kami," kata Michaela.
Google dan YouTube telah lama mendukung pertumbuhan ekosistem berita digital di Indonesia dan ingin terus melanjutkannya. Mereka mengaku tidak menampilkan iklan atau memperoleh uang di Google News.
"Bahkan, pada tahun 2022, Google mengirim lebih dari satu miliar kunjungan situs bagi media di Indonesia per bulannya--tanpa mengenakan biaya--dan membantu mereka mendapatkan penghasilan melalui iklan dan langganan baru," katanya.