REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Jawa Barat berhasil membongkar praktik scamming jaringan internasional di Kota Bandung. Seorang pelaku berinisial FJ berhasil diamankan di wilayah Kopo, Kota Bandung pada 13 Mei lalu.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan kasus scamming jaringan internasional berhasil terungkap setelah seorang pria berinisial L menjadi korban dan melaporkannya ke kepolisian. Korban mengalami kerugian hingga Rp 587 juta.
"Modus penipuan online menggunakan scam dan jaringan internasional. Tersangka satu orang FJ namun mempunyai jaringan internasional di luar negeri," ucap dia di Mapolda Jabar, Rabu (26/7/2023).
Peristiwa scamming, ia menuturkan, bermula saat korban berkenalan dengan seorang perempuan Olivia di media sosial Facebook. Namun diketahui belakangan akun media sosial Olivia adalah palsu dan dikelola oleh laki-laki.
Setelah berkenalan di media sosial, Tompo mengatakan, hubungan keduanya semakin akrab dan berlanjut ke percakapan di WhatsApp. Hingga akhirnya pelaku menawarkan pekerjaan yang menggiurkan kepada korban.
Pelaku, ia mengatakan, meminta korban untuk membuka sejumlah situs dan memberikan tanda jempol atau suka pada barang-barang yang ada di situs. Pelaku pun menawarkan investasi penanaman modal secara online kepada korban dengan keuntungan yang menggiurkan.
"Investasi bervariasi dari Rp 1 juta sampai Rp 150 juta. Dari ketertarikan ini terjadi transaksi mengirimkan uang Rp 1,5 juta sampai menderita kerugian Rp 587 juta," kata dia.
Dirkrimsus Polda Jawa Barat Kombes Pol Deni Oktavianto mengatakan penyidik melakukan penyelidikan terhadap transaksi pelaku dengan korban. Hingga akhirnya FJ diamankan di daerah Kopo Bandung.
Ia mengatakan, FJ berperan sebagai penerjemah bahasa Mandarin serta menyiapkan dokumen, rekening tabungan dan ATM. Sementara pelaku utama berada di Kamboja yang merupakan jaringan internasional.
Deni mengatakan jaringan internasional ini memerintahkan orang membuat rekening dari bank. Kemudian diberi upah sebesar Rp 500 ribu.
"Jadi transaksinya langsung ke para tersangka yang ada di Kamboja melalui rekening-rekening itu," kata dia.
Pelaku dijerat pasal 35 jo pasal 51 ayat (1) atau pasal 28 ayat (1) Jo pasal 45A ayat (1) undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun.